HARIAN MERAPI - Banyak orang beragama karena hasil keturunan atau karena pengaruh lingkungan.
Orang memeluk Islam misalnya, karena dilahirkan oleh orang tua yang beragama Islam dan dibesarkan dalam lingkungan yang beragama Islam pula.
Keadaan demikian, biasanya, ia tidak pernah bertanya tentang ke-Islmannya. Berbeda dengan mereka yang hidup di tengah-tengah komunitas bukan muslim.
Baca Juga: Membangun keadilan sosial dalam pendekatan profetik: Menempatkan orang lain dalam posisi yang mulia
Padanya sering timbul pertanyaan tentang “sampai dimana kebenaran agama yang dipeluknya dibanding dengan agama yang dipeluk orang lain”.
Baginya untuk meyakinkan agama yang dipeluknya diperlukan argumentasi yang meyakinkan, dan melalui kajian-kajian dan perdebatan yang panjang.
Era informasi sekarang ini, orang-orang sangat bergantung pada informasi yang diterimanya.
Bermacam budaya dunia era globalisasi saat ini telah merubah cara hidup manusia.
Agama, norma, budaya, pola perilaku banyak bergeser. Firman Allah SWT:
“Janganlah kamu mengikuti suatu pendirian tanpa pengetahuan yang meyakinkan, sebab pendengaran, penglihatan dan hati itu masing-masing akan dimintai pertanggungan jawab”. (QS. Al-Isra’, 17:36).
Baca Juga: Lima syarat taubat nasuha, salah satunya ikhlas
Orang akan tangguh menghadapi tantangan dalam beragama apabila ia dalam memilih agama dan beragama atas kesadaran, bukan sekadar berasal dari keturunan dan pengaruh lingkungan belaka.
Untuk itu seseorang dituntut untuk memiliki : (1) pengetahuan yang memadahi tentang agama itu dan, (2) pengalaman mengamalkan agama yang dianut secara proporsional.
Bagi umat Islam (muslim), kepastian kebenaran agama diperoleh dari al-Qur’an. QS. Ali Imran, 3:60 menegaskan:
“Agama yang benar adalah yang datang dari Tuhanmu, janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu”.