LAGI-LAGI, mahasiswi menjadi isu atau topik menarik. Sayangnya, isunya bukan positif, tapi sebaliknya, negatif hingga berbuntut hukum. Adalah seorang mahasiswi yang membuang jasad bayinya di halaman masjid di Dusun Brajan, Kalurahan Tamantirto, Kapanewon Kasihan, Bantul beberapa hari lalu.
Polisi pun mengamankan mahasiswi tersebut. Diduga ia membuang bayi yang baru dilahirkan itu lantaran malu hamil di luar nikah. Warga menemukan bayi itu sudah dalam keadaan meninggal. Soal kapan meninggalnya, apakah sesaat setelah dilahirkan, atau bagaimana, tunggu saja penyelidikan polisi.
Atau jangan-jangan bayi tersebut dibunuh sebelum dibuang di halaman masjid. Penentuan kapan meninggalnya bayi sangatlah penting guna menentukan hukuman yang bakal dijatuhkan pada pelaku. Polisi baru bisa memeriksa mahasiswi tersebut setelah kondisinya pulih.
Baca Juga: Dita Karang Akui Berdarah Purworejo, Ini Biodata dan Fakta Seputar Member Secret Number Itu
Kasus ibu buang bayi memang bukan fenomena baru. Meski begitu, ini sangat memprihatinkan karena sama saja tidak menghargai hak bayi untuk hidup. Sudah jelas, pelaku bakal dikenai hukuman yang berat.
Soal alasan membuang bayi, misalnya karena malu atau takut bila kelahirannya diketahui orang lain, bisa saja menjadi faktor yang meringankan hukuman, namun tidak bisa menghapus kesalahan.
Pun polisi harus menyelidiki siapa laki-laki yang telah menghamili mahasiswi tersebut. Dan lebih penting lagi, sejauh mana keterlibatannya dalam kasus meninggalnya orok tersebut. Kondisi hamil sebenarnya hal yang lumrah terjadi pada seorang perempuan yang berhubungan intim dengan lawan jenis. Akan menjadi persoalan bila perempuan itu hamil sebelum menikah, karena dikategorikan sebagai perzinaan.
Jika demikian, biasanya perempuan panik dan mencari akal agar bayinya dihilangkan, entah dengan cara membuang atau membunuh. Atau, bagi mereka yang sudah berumah tangga, tidak menghendaki bayinya lahir karena alasan ekonomi.
Baca Juga: Christian Sugiono Kini Lebih Selektif, Ini Alasannya
Jadi, motif membuang bayi bisa karena malu atau karena tidak mampu merawat. Kedua modus tersebut tetap membawa konsekuensi hukum.
Dalam kasus di atas, perempuan pembuang bayi yang notabene ibu sendiri terancam hukuman berat. Begitu pula kalau ada orang yang membujuk atau meminta agar si ibu bayi membuang atau menghabisi nyawa bayinya.
Kiranya tidak ada alasan pembenar bagi seorang ibu untuk membuang bayinya, baik dalam kondisi hidup atau meninggal. Kalaupun ia tak menghendaki merawat bayi yang dilahirklannya, bisa menyerahkan kepada Dinas Sosial untuk dipelihara. (Hudono)