ADA fenomena menarik di Kabupaten Gunungkidul terkait kehidupan rumah tangga. Berdasar catatan Pengadilan Agama (PA) Wonosari, angka perceraian di Gunungkidul tahun 2022 mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yakni 948 kasus.
Sedangkan pada tahun 2021 mencapai 986 kasus atau turun 3,85 persen.
Meski ada tren penurunan, namun jumlahnya sebenarnya masih tetap tinggi. Dalam hukum agama, perceraian memang diizinkan, namun itu merupakan jalan terakhir ketika kedua pihak, yakni suami istri sudah tak bisa lagi didamaikan.
Baca Juga: Mumpung lagi viral, penjual buah pun banting stir jualan lato-lato, ini keuntungannya
Karena itulah Pengadilan Agama harus mengupayakan mediasi agar perkawinan masih bisa dipertahankan.
Yang menarik lagi, di Gunungkidul, perceraian antara lain disebabkan oleh kehadiran pihak ketiga, baik suami maupun istri. Dalam bahasa sederhananya, pernikahan bubar karena suami atau istri selingkuh.
Perselingkuhan menjadi alasan kuat bagi suami atau istri untuk bercerai. Pengadilan pun relatif akan mengabulkan permohonan cerai bila alasannya perselingkuhan.
Baca Juga: Tokopedia bagikan tren belanja tahun 2022, apa saja?
Meski begitu, bila suami atau istri memaafkan atas perselingkuhan tersebut, tentu Pengadilan harus mendorong agar perkawinan dipertahankan. Sementara alasan ekonomi juga cukup kuat sebagai alasan pasangan suami-istri untuk bercerai.
Misalnya, suami sebagai kepala rumah tangga sudah tak mampu lagi memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya, maka pengadilan akan mempertimbangkan pengajuan gugatan cerai oleh istri.
Pun terkait salah satu pasangan, baik suami istri yang tidak mampu memberi keturunan, dapat pula dijadikan alasan untuk bercerai. Namun, untuk hal yang disebut terakhir ini, masih ada alternatif yang bisa ditempuh, misalnya pasangan tersebut mengangkat atau mengadopsi anak.
Baca Juga: Bakar gedung SMKN 1 dan tembaki pesawat sipil, KKB juga bakar kantor Disdukcapil di Oksibil
Dalam hukum Islam sebenarnya tidak dikenal hukum adopsi, melainkan merawat atau memelihara anak yatim yang tentu saja akan berlimpah pahala.
Pengadilan Agama yang selama ini menjadi rujukan dalam pengambilan keputusan perceraian sudah selayaknya melakukan sosialisasi tentang hukum perkawinan, berikut akibat hukum atas putusnya tali perkawinan, misalnya sejauh mana tanggung jawab orang tua terhadap anak, siapa yang berkewajiban membiayai pendidikan anak dan sebagainya.