opini

Jemaah Jangan Banyak Berharap dari Aset First Travel, Kecuali Pemerintah Beri Solusi

Jumat, 6 Januari 2023 | 13:20 WIB
Dr.TM. Luthfi Yazid, SH., LL.M. (Dok Pribadi)

 

Catatan  Dr. TM. Luthfi Yazid, SH, LL.M

 

BEREDAR kabar di berbagai media tentang adanya putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) terkait aset PT First Anugerah Karya Wisata ( “First Travel”) yang katanya aset First Travel yang disita dan dirampas untuk negara diputuskan untuk dikembalikan kepada jemaah.

Yang mengajukan permohonan PK adalah Andika Surachman  selaku terpidana dalam kasus penipuan penyelenggaraan umroh. Akan tetapi bunyi putusan lengkapnya, di website MA belum ada sampai tulisan ini dibuat.

Di tingkat kasasi, dengan ketua majelisnya Dr Andi Samsan Nganro, SH, MH putusannya adalah aset FT dirampas dan disita untuk negara. Atas putusan Nomor 3096 K/Pid.Sus/2018 tertanggal 31 Januari 2019 itu aset FT dirampas dan disita  untuk negara tersebut, muncul banyak kecaman sebab aset FT tersebut bukanlah dana korupsi melainkan dana para jemaah yang jumlahnya sekitar 63.310 orang yang telah menyetor ke First Travel.

Baca Juga: Tragis, seorang ibu tewas tertimpa pohon di Lombok Barat, ini kronologinya

Dana-dana yang jumlahnya hampir Rp 1 triliun itulah yang diselewengkan oleh Andika Cs untuk membeli restauran di London, plesiran, mengadakan fashion show di New York dll.  Putusan kasasi MA banyak dikecam,  karena dalam Pasal 117 UU No 8 Tahun 2019 tentang Haji dan Umroh disebutkan bahwa uang jemaah tidak boleh diambil oleh siapapun, termasuk oleh negara.

Terhadap putusan MA yang dikecam tersebut, Juru Bicara MA (waktu itu) Dr. Abdullah, SH, MH, mengatakan kepada media pada tanggal 20 November 2019 bahwa yang namanya upaya itu bukan hanya upaya hukum, tetapi juga non hukum termasuk politik.

Jemaah berbondong-bondong mendaftar sebagai calon jemaah umroh ke FT, karena FT merupakan perusahaan Penyelenggara Pelaksanaan Ibadah Umroh (PPIU) yang dijamin oleh negara sebagai PPIU yang sehat, sebab ada kewajiban negara (Kementeriaan Agama) untuk memastikan secara rutin dan mengaudit keuangan, administrative dan perijinan bahwa sebuah PPIU adalah sehat dan layak untuk menyelenggarakan ibadah umroh sebagaimana diatur dalam UU No 8 Tahun 2019 tentang Haji dan Umroh maupun peraturan pelaksana lainnya.

Tapi karena FT gagal memberangkatkan ribuan jemaah, maka pemerintah harus pula bertanggung jawab terhadap kegagalan memberangkatkan jemaah tersebut. Akhirnya, melalui PK sebagai upaya hukum luar biasa, aset FT dikembalikan kepada jemaah. Tetapi bagaimana mekanisme pengembaliannya kepada puluhan ribu jaeaah, pastilah rumit dan ruwet.  

Baca Juga: Bicara kasar ke wasit didenda Rp 546 juta, ini yang dilakukan Marcus Smart

Terkait dengan kasus ini, banyak alasan mengapa negara harus hadir dan harus terlibat dan bertanggung jawab.

Pertama, Setelah putusan PK yang menyebutkan aset FT dikembalikan ke jemaah, maka hal tersebut merupakan kewenangan eksekutor, yakni Jaksa Penuntut Umum (JPU). Karena upaya PK tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan (Pasal 66 ayat 2 UU No 14/1985 tentang MA sebagaimana telah diubah dengan UU No 5/2004), maka timbul pertanyaan apakah di level kasasi terdahulu eksekusi atas aset FT dirampas negara sudah dilaksanakan, baik aset dalam bentuk uang ataupun barang?

Halaman:

Tags

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB