BELAKANGAN ini kita sering mendengar istilah ‘obstruction of justice’ atau tindakan menghalang-halangi penyidikan. Pelakunya bisa siapa saja, termasuk aparat kepolisian.
Seperti dalam kasus Sambo, sejumlah personel Polri sampai dipecat karena terbukti menghalang-halangi penyidikan kasus terbunuhnya Brigadir J. Mereka terbukti merusak CCTV yang notabene bisa mengungkap peristiwa pembunuhan Brigadir J.
Istilah ‘obstruction of justice’ muncul juga dalam kasus klitih di Gedongkuning yang kini prosesnya masuk ke pengadilan.
Penasihat hukum salah seorang terdakwa melaporkan 7 personel Polsek Kotagede atas tuduhan melakukan obstruction of justice yakni dengan merusak atau mengurangi kualitas rekaman CCTV guna melindungi pelaku yang sebenarnya.
Mereka dilaporkan ke Propam Polda DIY. Hal ini dibenarkan Kabid Humas Polda DIY Kombes Pol Yuliyanto bahwa pihaknya menerima laporan tersebut dan masih diselidiki. Apa jadinya bila laporan tersebut benar adanya ?
Tentu akan sangat mencoreng citra kepolisian. Ketika Kapolri sedang bersusah payah mengembalikan citra Polri pasca kasus Sambo, masih saja ada anggota yang tidak sadar bahkan bertindak kontraproduktif.
Baca Juga: Piala Dunia 2022, skuad timnas Brazil tanpa Roberto Firmino
Era sudah berubah, semua bisa dikontrol. Sudah tidak zamannya lagi menggunakan pendekatan kekuasaan. Ferdy Sambo yang notabene berpangkat Irjen saja bisa tertangkap dan diusut karena terlibat pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, nah apalagi hanya di jajaran Polsek Kotagede. Tentu Polri tidak akan berspekulasi untuk melindungi personelnya yang melakukan perbuatan tercela. Tak ada lagi orang yang kebal hukum.
Meskipun itu baru sebatas dugaan, Propam Polda DIY harus menindaklanjuti laporan dari penasihat hukum salah seorang terdakwa.
Apalagi, berdasar rekaman CCTV yang diduga telah dirusak oleh oknum aparat, menjadi tidak jelas siapa pelaku sebenarnya dalam kejadian klitih yang menewaskan remaja di Gedongkuning beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Gerhana bulan total hari ini, BMKG sebut 1 jam 30 menit untuk mengamati fase puncaknya
Untuk memperbaiki citra Polri memang butuh keseriusan dan tidak tebang pilih. Atasan yang berhak menghukum (Ankum) harus bertindak tegas terhadap bawahannya, bukan membiarkan, atau pura-pura tidak tahu. Kasus Sambo sebenarnya menjadi contoh betapa borok itu tak bisa ditutup-tutupi, karena pengawasan ada di mana-mana, termasuk dari masyarakat.
Kita mendorong agar laporan ke Propam segera ditindaklanjuti dan masyarakat tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kalau memang ada obstruction of justice, maka harus digelar sidang etik untuk mengadili mereka, di samping juga sidang pidana umum. (Hudono)