opini

Wisata Ke Buton, Melihat Kaombo

Senin, 31 Oktober 2022 | 05:00 WIB
Prof Dr Sudjito SH MSi (Dok pribadi)

Oleh: Sudjito Atmoredjo *)

SILAKAN  berwisata sampai ke ujung dunia. Tetapi, jangan lupakan keindahan dan kekayaan alam Indonesia. Demi kejayaan negeri, kunjungilah, lihatlah, dan pelajarilah hak ulayat laut Kaombo, di Wabula, Buton. Di sanalah, dapat dijumpai kawasan ombo saumuru. Di kawasan ini, keanekaragaman biota laut serta lingkungan ekosistemnya masih relatif bertahan dalam kondisi alamiah.

Hak ulayat laut ini bersifat lokal. Walau demikian, pantas dipromosikan ke tataran nasional, bahkan internasional. Bukankah Negara ini memiliki laut luas, pulau-pulau, hak ulayat laut sedemikian banyak? Di sanalah, sekalian berwisata, bangsa ini dapat mengenal dan belajar tentang hak ulayat laut, beserta keunikan-keunikannya.

Sebuah disertasi, telah dipertahankan dan lulus dengan predikat sangat memuaskan, mengangkat substansi tentang hak ulayat laut Kaombo, di Wabula, Buton. Selaku penguji eksternal, saya amat tertarik dan berkeinginan agar eksistensi dan seluk-beluk hak ulayat ini dikenal lebih luas oleh publik. Pastilah, daripadanya dapat ditimba banyak pelajaran, untuk direfleksikan sebagai pengakuan dan penghormatan terhadapnya, ataupun hak ulayat laut lainnya.

Baca Juga: Mungkinkah menghilangkan tilang manual di Indonesia?

Dikemukakan oleh promovenda bahwa hak ulayat laut (sea tenure) sebenarnya berpangkal pada hak ulayat darat. Hak ulayat laut adalah sebuah sistem tentang pemanfaatan wilayah laut oleh beberapa orang atau kelompok sosial, dengan mengatur tingkat eksploitasi dan melindungi dari over exploitation.

Hak ulayat laut adalah seperangkat aturan mengenai praktik pengelolaan wilayah laut dan sumber daya yang terkandung di dalamnya. Masalah substansial dalam hak ulayat laut adalah siapa yang menguasai suatu wilayah laut, jenis sumber daya, teknologi yang digunakan serta tingkat eksploitasi, bagaimana menguasainya, dan apa teknik atau metode yang digunakan.

Dalam sistem Kesultanan Buton, eksistensi hak ulayat kadie atas laut merupakan hak pengelolaan sumber daya laut yang diberikan Sara Wolio sebagai pemerintah pusat Kesultanan Buton kepada kadie. Atas dasar itu, maka sara kadie - sebagai representasi masyarakat kadie - diberi kewenangan untuk membuat aturan tentang pengelolaan hak ulayat laut, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Martabat Tujuh.

Bagi Sarana Kadie Wabula, desentralisasi kewenangan berupa  pelimpahan kewenangan dalam pengaturan hak ulayat laut Wabula diwujudkan melalui:  (a). Pengaturan zona pemanfaatan sumber daya laut;  (b). Pengaturan pemanfaatan jenis sumber daya laut dalam zona ombo; (c). Pengaturan penggunaan jenis alat tangkap; dan, (d). Mekanisme penegakkan sanksi adat. 

Baca Juga: Tragedi perayaan Halloween di Itaewon, Presiden Jokowi : Indonesia berduka bersama dengan rakyat Korsel

Empat bentuk pengaturan hak ulayat laut di atas telah dipraktikkan oleh masyarakat di Kadie Wabula sejak masa Kesultanan hingga masa kini. Secara ekologis, empat bentuk pengaturan hak ulayat laut tersebut dimaksudkan untuk mempertahankan kelestarian sumberdaya lingkungan laut (nambo) secara berkelanjutan.

Wilayah hak ulayat laut Kadie Wabula terbentang dari kawasan yang disebut Picikoluano Ponu (tempat berkembang-biaknya penyu) yang berada di Matana Sangia (Tanjung Pemali) hingga kawasan Wacu  Kandiy-Ndiy. Berdasarkan desentralisasi kewenangan yang diberikan Sarana Wolio (pemerintah pusat Kesultanan Buton) kepada Sara Kadie Wabula, kawasan laut yang menjadi hak ulayat Wabula kemudian dikelola berdasarkan hukum adat Wabula. Meski kemudian terjadi pembentukan  sejumlah desa/kelurahan dibekas Kadie Wabula pasca bubarnya Kesultanan Buton, namun eksistensi hak ulayat laut Wabula tetap dihormati dan dijaga keberlangsungannya.

Salah satu bentuk pengaturan pemanfaatan hak ulayat laut Wabula yang dilakukan oleh Lembaga Adat Sarana Kadie Wabula adalah pengaturan ruang laut terkait dengan pemanfaatan sumber daya lingkungan pesisir dan laut. Dalam hukum adat Wabula, lingkungan pesisir dan laut disebut nambo.

Baca Juga: Kiat menakar, memilih alat dan bahan serta cara untuk membuat ramuan herbal supaya berkhasiat

Halaman:

Tags

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB