opini

Adakah Mafia Tanah Dalam Kasus Sambo?

Senin, 22 Agustus 2022 | 10:00 WIB
Sudjito Atmoredjo (Dok.Merapi)

Oleh: Sudjito Atmoredjo*

PUBLIK memprediksi, tragedi meninggalnya Brigadir J, tak lepas dari masalah judi online, peredaran narkoba, pelecehan seksual. Bahkan, mungkin saja, masalah-masalah lain berkelindan.

Viral diberbagai media (17/8/2022), seorang anggota DPR mengkaitkan tragedi ini dengan mafia tanah. Dalam nada penegasan perintah Presiden kepada Kejagung dan Kapolri (22/9/2021), dikatakannya, “Pemberantasan mafia tanah harus dilakukan secara sungguh-sungguh. Libas sampai tuntas, seperti apa yang dilakukan Kapolri terhadap kasus meninggalnya Brigadir J. Saat ini, momentum bagus bagi Kapolri, untuk melakukan bersih-bersih oknum yang diduga terlibat mafia tanah.”

Pernyataan anggota DPR itu cukup beralasan, dan bukan main-main. Satu contoh kasus riil dikemukakan. Budiarjo dan isteri  (Nurlela) dilaporkan pengembang PT Sedayu Sejahtera Abadi (SSA). Laporan dilakukan pada 2018, tetapi penetapan tersangka baru pada 29 Juli 2022. Jauh sebelumnya, tepatnya pada 5 September 2016, Nurlela terlebih dahulu melapor ke Polda Metro Jaya. Belakangan malah laporan dari pengembang yang diproses oleh pihak kepolisian. Tampak, ada kejanggalan proses penyidikan terhadap perkara ini.

Baca Juga: Hasil survei SMRC: Elektabilitas Ganjar Pranowo makin unggul jelang kontestasi Pilpres 2024

Pada kasus-kasus demikian, oknum aparat kepolisian diduga menekan secara paksa pemilik tanah yang sah, agar melepaskan lahan miliknya, dengan ancaman akan dipidanakan. Pemaksaan oleh kepolisian ini, bisa menjadi preseden buruk. Mengapa? Karena pelapor rentan dikriminalisasikan. Implikasinya, masyarakat takut mengadukan kejahatan mafia tanah.

Dalam perspektif sosiologi hukum, mafia tanah merupakan gerombolan penjahat. Anggotanya banyak. Berasal dari berbagai lapisan masyarakat. Dari oknum tingkat Calo, RT, RW, hingga oknum pegawai Kantor Pertanahan. Bahkan, sampai oknum pejabat tinggi. Oknum Notaris, PPAT, Pengacara, Polisi, dan penegak hukum lainnya, rentan terlibat. Sedemikian besar organisasi illegal dan nonstruktural itu, hingga satu dengan lainnya belum tentu kenal.

Masing-masing anggota bekerja pada perannya. Pada wilayah kerjanya itu, hukum dimain-mainkan. Persyaratan dan prosedur peroleh tanah dijungkir-balikkan. Sertipikat tanah dapat digandakan, dipalsukan, atau disalahgunakan fungsinya.

Baca Juga: Kak Seto desak Polri lindungi anak-anak Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi

Bagi mereka, hukum dipelajari, bukan untuk diamalkan secara konsisten, melainkan dicari celah-celahnya, agar dapat disimpangi, dilanggar, atau dimainkan, sehingga peralihan tanah dapat berlangsung cepat, seolah legal. Segalanya, dipandang sebagai prestasi. Seiring dengan itu, ada kebanggaan, sekaligus ada hak-hak keuntungan finansial diperolehnya.

Praktik mafia tanah telah menyasar ke seluruh kepemilikan tanah oleh rakyat dan aset-aset negara. Sepanjang 2020-2022, jajaran kejaksaan telah melakukan penyidikan 34 perkara mafia tanah di seluruh Indonesia. Ditaksir kerugian negara mencapai Rp 1,4 triliun.

Sebenarnya, kasus-kasus mafia tanah itu laksana gunung es. Kasus-kasus yang belum disidik Kejaksaan, diyakini jauh lebih banyak. Banyak kasus-kasus lain dialami oleh Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FMKTI). Lahir dan keberadaan forum ini, merupakan indikasi, bahwa korban-korban mafia  tanah itu banyak. Seolah lidi, mereka mempersatukan diri sebagai sapu, agar kokoh. Kekuatannya, dapat didayagunakan efektif sebagai menyapu (memberantas) mafia tanah.

Dugaan keterlibatan oknum-konum polisi dalam mafia tanah, sebenarnya wajar saja. Mengapa? Karena polisi adalah birokrasi penegakan hukum yang ada langsung di tengah masyarakat. Polisilah yang hari demi hari berurusan langsung dengan aktivitas pembersihan ”kotoran” masyarakat. Konsekuensinya, tugas polisi selalu mengandung dua hal. Kadar sensitivitas yang tinggi, dan titik persinggungan yang luas dengan publik (Satjipto Rahardjo, 2009). Karenanya, polisi mesti mensikapi dugaan ini dengan legawa, jembar dadane, tidak perlu kebakaran jenggot.

Baca Juga: Hasil autopsi ulang Brigadir J akan diumumkan hari ini

Halaman:

Tags

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB