opini

Kemerdekaan, Kebangsaan, dan Kesetaraan Gender di Bidang Pertanahan

Senin, 8 Agustus 2022 | 10:30 WIB
Prof Dr Sudjito SH MSi (Dok Pribadi)


Gender (Latin: genus, berarti jenis), adalah sifat dan perilaku laki-laki dan perempuan yang terbentuk karena faktor sosia-budaya.  Itulah maka konstruksi gender bersifat kontekstual, tergantung pada waktu dan tempatnya masing-masing.

Baca Juga: STP AMPTA Yogyakarta wisuda 222 sarjana, sarjana terapan dan diploma di Royal Ambarrukmo


Pada Pasal 9 ayat (2) terkandung amanah kepada siapapun penyelenggara Negara, agar senantiasa mengakui dan menghormati kemajemukan, keberagaman, pluralitas sosial-budaya, sekaligus menjabarkannya dalam kebijakan (policy), peraturan perundang-undangan (regulation) dan praktik (implementation) di bidang pertanahan. Keberagaman sosial-budaya dimaksud misalnya perihal sistem kekerabatan.


Paling tidak, di negeri ini dikenal tiga sistem kekerabatan. 1. Sistem kekerabatan parental, yakni sistem keturunan yang ditarik menurut garis lahir dari dua sisi, yaitu ayah dan ibu. Kedudukan laki-laki dan perempuan tidak dibedakan. Dalam rumah tangga, posisi, peran dan posisi suami dan istri setara. Suku-suku yang menganut sistem kekerabatan parental, antara lain: Jawa, Madura, Sunda, Bugis, dan Makassar.


2. Sistem kekerabatan patrilineal, yakni sistem keturunan yang ditarik menurut garis lahir dari ayah. Kedudukan anak laki-laki lebih tinggi, sehingga suatu keluarga biasanya sangat mengharapkan kelahiran anak laki-laki dibanding anak perempuan. Laki-laki lebih banyak keutamaan dan hak-haknya. Istri akan mengikuti sistem kekerabatan suami. Hal yang sama berlaku pada anak-anak yang dilahirkan dari perkawinannya. Suku-suku yang menganut sistem kekerabatan patrilineal antara lain Batak, Bali, Ambon, Asmat, dan Dani.

Baca Juga: Ajudan istri Ferdy Sambo Brigadir RR ditahan di Rutan Bareskrim setelah ditetapkan sebagai tersangka


3. Sistem kekerabatan matrilineal, yakni sistem keturunan yang ditarik menurut garis lahir dari ibu. Dalam hal ini, kedudukan anak perempuan lebih tinggi, sehingga ketika menikah maka suami akan mengikuti keluarga istrinya. Posisi dan peran perempuan memiliki banyak keutamaan, hingga hak dalam pembagian warisan. Pada sistem kekerabatan matrilineal anak-anak yang dilahirkan dari perkawinannya akan mengikuti sistem kekeluargaan sang ibu. Sistem kekerabatan matrilineal dianut oleh suku Minangkabau dan Semando.


Di bidang pertanahan, perihal kesempatan untuk memperoleh hak atas tanah, mendapat manfaat dari hasil tanah, Negara mengakui dan menghormati berlakunya semua sistem kekerabatan di atas, untuk masing-masing wilayah adatnya. Namun, bila persoalan sudah melebar menjadi persoalan nasional, maka prinsip kesetaraan gender yang diberlakukan. Nyatalah, keberagaman perbedaan diakui, dan ditempatkan dalam bingkai kesatuan sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat atas wilayahnya. Wallahu’alam.*

 

*)Prof Dr Sudjito SH MSi,  Guru Besar Ilmu Hukum UGM

Halaman:

Tags

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB