Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU 20/2001) diatur:
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
Baca Juga: Anak Curi HP Ibu Kandung Dibebaskan Lewat Jalur Keadilan Restoratif
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
c. Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Selain itu, tindak pidana suap juga diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap (UU 11/1980): Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah).
Baca Juga: Masuki Endemi, Zurich Siapkan Strategi Penetrasi Asuransi
Pada Pasal 3 UU 11/1980 diterangkan perihal sanksi pidana bagi pihak penerima suap: Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyakbanyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah).
Secara yuridis-empiris, pembuktian kasus suap-menyuap, sering tidak mudah. Paling tidak, unsur-unsur berikut harus terpenuhi, yakni: (1) ada bujukan kepada orang yang diberi suap agar berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya; (2) perbuatan tersebut bertentangan dengan kewenangan atau kewajibannya; (3) perbuatan tersebut menyangkut kepentingan umum.
Bagaimanakah kelanjutan OTT ini? Semoga segalanya terungkap dan diproses hukum, berdasarkan hukum Tuhan maupun hukum negara.
*) Prof Dr Sudjito SH MSi, Guru Besar Ilmu Hukum UGM