opini

Hujan: Bukan Musibah Melainkan Berkah

Selasa, 16 November 2021 | 12:00 WIB
Sudjito Atmoredjo (Dok.Merapi)


Tanggung jawab manusia untuk menjalani dan mengisi hidupnya sesuai fitrahnya sebagai kalifatullah merupakan gambaran dari prinsip proses kehidupan, sebagaimana diajarkan oleh Alfred North Whitehead (1985), dalam Filsafat Proses. Manusia sebagai mikrokosmos dan alam-lingkungan sebagai makrokosmos, terjalin pola relasi sepanjang waktu secara dinamis, dalam segala urusan. Dinamisitas keterjalinan dalam proses itu, memberikan sumbangan besar terhadap pentingnya kesadaran kolektif semua pihak.

Dalam konteks demikian, kearifan, kesungguhan, dan kedalaman ilmu maupun pengalaman manusia, membawa konsekuensi terhadap sikap, pemikiran, dan perilaku terhadap dirinya sendiri, alam-lingkungan dan Tuhannya. Konsekuensi teologisnya, bahwa Allah SWT mesti dipahami sebagai imanen, transenden, dalam kehidupan semua makhluk di muka bumi. Bumi seisinya (termasuk air), berada dalam jalinan proses segi tiga (manusia-alam-Tuhan).


Whitehead dalam penjelasannya tentang “proses kehidupan” menyatakan bahwa mestinya, manusia senantiasa memandang alam-lingkungan, sebagai subjek dan transsubjek. Artinya, pada konteks ruang dan waktu yang manapun, setiap orang hendaknya menghargai alam-lingkungan sebagaimana menghargai dirinya sendiri. Hörl dan Burton (2017: 358) menyatakannya dengan kata-kata: subjectively, they are self-completing.

Baca Juga: Kendalikan Inflasi, Gubernur DIY Dorong Inovasi dan Digitalisasi Sektor Pertanian


Terkait dengan firman Allah SWT dan Filsafat Proses terurai di atas, lantas bagaimana mencegah terjadinya bencana karena hujan, sekaligus menjadikannya sebagai berkah?
Pertama, bukalah mata kepala sekaligus mata hati sehingga terlihat bahwa realitas empiris menunjukkan, ada kecenderungan penghuni planet bumi saat ini terjebak pada pola kehidupan modern, serba rasional, dan materialistis, akan tetapi miskin penghayatan atas makna teologis sesuatu ciptaan Tuhan.

Manusia modern mengklaim dirinya sebagai ‘sang penguasa dan penguasa alam semesta’. Implikasinya, posisi dan relasi manusia terhadap alam-lingkungan menjadi subordinat, deterministis, sehingga aneka ragam ketimpangan kehidupan menjadi semakin marak dan tajam.


Kehacuran-kehancuran alam-lingkungan dan peradaban manusia telah terlihat sebagai fenomena masif, antara lain berupa banjir, yang melanda berbagai wilayah permukaan bumi. Rene Descartes - tokoh aliran filsafat rasionalisme - dalam nada nggrantes, menyatakan di zaman modern telah terjadi kematian alam-lingkungan, dan itu merupakan kematian citra kemanusiaan manusia.

Baca Juga: Polres Sleman Gelar Operasi Zebra 2021, Razia Dilakukan Mobile Menggunakan Mobil Patroli


Kedua, kiranya perlu ditumbuhkan kesadaran tentang persahabatan dengan alam-lingkungan. Alam-lingkungan itu makhluk hidup, dan memiliki hak asasi untuk terus hidup. Sang pencipta, pastilah marah bila lingkungan hidup dirusak. Alam-lingkungan sebagai makhluk yang senantiasa istiqomah, tentu menderita akibat ulah zalim manusia.

Perlawanan balik oleh alam-lingkungan terhadap kezaliman manusia, diizinkan-Nya. Sumberdaya (kekuatan) pada alam-lingkungan, sungguh dahsyat. Bila daya ini digerakkan sebagai pembalasan atas kezaliman manusia, maka korban-korban pasti berjatuhan, tak terhindarkan.


Kalau perkenan Allah SWT atas protes alam-lingkungan dapat dimengerti, maka bencana alam dan musibah kemanusiaan, layak dimaknakan sebagai peringatan sekaligus ajakan agar manusia kembali pada fitrahnya sebagai kalifatullah, yakni makhluk yang mesti bertanggungjawab atas keharmonisan kehidupan bersama semua makhluk.

Baca Juga: 6 Kiat Hindari Pinjol Ilegal, Kenali Ciri-cirinya

Setiap tindakan, hendaknya dilakukan dalam kerangka peribadatan, didasarkan pada keimanan, kesadaran, dan lantunan doa: "Ya Allah, janganlah engkau matikan kami dengan sebab amarah-Mu, dan janganlah Engkau hancurkan kami dengan azab-Mu, dan selamatkan kami sebelum bencana dan musibah itu terjadi." Wallahu’alam.

*Prof Dr Sudjito SH MSi, Guru Besar Ilmu Hukum UGM

 

Halaman:

Tags

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB