PENANGANAN kasus pembunuhan dengan mutilasi di sebuah penginapan di Pakem Sleman yang dilakukan HP (23), warga Temanggung terhadap Ayu Indraswari belum tuntas, bahkan belum dilakukan rekonstruksi.
Rekonstruksi ini penting guna mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya secara komprehensif, sehingga berita acara pemeriksaan (BAP) lengkap dan selanjutnya berkasnya diserahkan ke jaksa untuk kemudian diteliti. Bila dinyatakan lengkap (P-21) maka segera dilimpahkan ke pengadilan untuk segera disidangkan.
Kasus yang menghebohkan Yogya ini masih menyisakan sejumlah pertanyaan, antara lain, mengapa HP tega melakukan perbuatan sekeji itu, memutilasi korban Ayu hingga menjadi 65 bagian. Dari mana ia belajar melakukan perbuatan sekeji itu ? Benarkah tindakan tersebut hanya didasarkan pada motif ekonomi ?
Baca Juga: Memperbanyak dzikir di bulan Ramadhan, salah satu manfaatnya menambah keteguhan hati
Pertanyaan semacam itu belum seluruhnya terjawab. Namun, berdasar pemeriksaan psikologi forensik, HP tidak mengalami kelainan jiwa. Tindakan tersebut dilakukan dengan penuh kesadaran dan didorong motif ekonomi yang kuat, yakni ingin memiliki harta korban. Mengapa ia memilih korban ayu ? Karena korban inilah yang paling gampang diakses, baik komunikasinya maupun hartanya.
Hal menarik lainnya, berdasar pengakuannya, ia melakukan mutilasi atau pembunuhan secara tuntas karena belajar dari media sosial (medsos). Inilah efek negatif dari media sosial, karena orang yang mengaksesnya punya niat jahat, baik membunuh maupun memutilasi. Sifat medsos sendiri sebenarnya netral, karena hanya alat atau instrumen, bisa digunakan untuk kebaikan, bisa pula untuk keburukan, termasuk yang dilakukan HP.
Yang jelas, karena tindakan HP dilakukan secara sadar, maka perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan. Tentu ini berbeda bila pelaku mengalami gangguan jiwa yang tidak sepenuhnya menyadarai perbuatannya. Jika demikian, maka sudah tepat bila aparat penegak hukum nanti menjerat HP dengan pasal pembunuhan, terutama Pasal 340 KUHP, yakni pembunuhan yang direncanakan.
Baca Juga: Tertua dan terbesar di Bantul, berikut sejarah dan leunikan Gereja HKTY Ganjuran
Hal lain yang kini masih diselidiki aparat kepolisian adalah dari mana HP meminjam uang secara online atau lebih dikenal dengan akronim pinjol. Sebab, hingga sekarang masih saja ada pinjol ilegal di masyarakat. Mengapa pula hanya karena terlilit utang pinjol, HP harus membunuh korban untuk menguasai hartanya ?
Kiranya masih banyak aspek yang bisa dikaji dari kasus mutilasi yang dilakukan HP. Artinya, peristiwa itu tak sekadar membunuh dan memutilasi, melainkan juga ada latar belakang yang mendorong peristiwa itu terjadi. Ini tantangan bagi penegak hukum dan juga ahli hukum. (Hudono)