Baca Juga: CIMB Niaga Siap Berikan Relaksasi Kredit Korban Bencana di Sumatera
Standar sehat
Dunia yang ribut soal tubuh kurus sering lupa bahwa manusia bukan papan iklan. Kita punya darah, letih, dan kebutuhan makan tiga kali sehari yang tidak bisa digantikan filter aesthetic apapun.
Di Barat, kurus dianggap seni; di kampung-kampung Indonesia, ia dianggap alarm darurat. Dan dua tafsir ini sering membuat orang terombang-ambing di tengah pusaran komentar.
Sampai kapan tubuh harus menjadi arena kompetisi tafsir? Ketika selebritas dipuja karena kurus, dan masyarakat lokal panik karena kurus, keduanya sesungguhnya sama-sama kehilangan fokus.
Tubuh tidak sedang meminta dinilai. Tubuh hanya ingin diberi makan yang benar, istirahat yang cukup, dan diperlakukan sebagai rumah yang layak.
Sebab dalam kenyataan sehari-hari, banyak orang yang kurus bukan karena program diet mahal, melainkan stres kerja, jam tidur berantakan, atau ekonomi yang membuat dapur rapuh.
Di titik ini lelucon berhenti sebentar, menyisakan kenyataan sosial yang tidak lucu-lucu amat. Kita tertawa karena absurditasnya, tapi kita paham: tubuh sering menanggung hal-hal yang tidak bisa diucapkan.
Dan di ujungnya, ada pengingat sunyi yang sering tenggelam oleh hiruk-pikuk standar: tubuh adalah amanah. Ia bukan hadiah hiburan, bukan properti publik, dan bukan juga alat branding diri.
Baca Juga: Dorong Kompetensi Jurnalis di Indonesia, CIMB Niaga Gelar Workshop dan Kelas Jurnalisme Inspiratif
Merawatnya adalah bentuk syukur paling sederhana kepada Sang Pencipta yang menitipkan raga ini. Bukan soal kurus atau gemuk, bukan soal editorial look atau standar Kemenkes. Yang penting: tubuh bekerja sebagaimana mestinya, hati tidak sesak, dan kepala tetap jernih menjalani hidup.
Mungkin itu inti dari semua kekacauan definisi kurus: kita sedang belajar menyudahi obsesi atas tampilan, lalu kembali menata hubungan dengan tubuh sendiri. Agar suatu hari kita bisa berkata tanpa beban: “Aku merawat tubuhku bukan untuk tampil hebat, tapi karena aku bersyukur masih hidup di dalamnya”.*