opini

UMKM Berbenah Menghadapi Tarif Pajak Penghasilan Umum

Sabtu, 3 Mei 2025 | 18:50 WIB
Gien Agustinawansari, Dosen tetap Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (Dok. Pribadi)

Tarif pajak ini mengikuti prinsip presumptive tax, yaitu suatu prinsip penentuan besarnya pajak terutang menggunakan parameter selain penghasilan neto.

Parameter yang digunakan dalam PP nomor 55 tahun 2022 untuk menghitung nilai PPh terutang adalah peredaran bruto. Nilai ini mencerminkan penghasilan Wajib Pajak yang belum memperhitungkan biaya-biaya untuk mendapatkan, memperoleh dan memelihara penghasilan tersebut.

Penerapan tarif PPh pasal 17 undang-undang pajak penghasilan telah memperhitungan biaya atau beban untuk mendapatkan penghasilan.

Tarif tersebut dikenakan atas penghasilan kena pajak, yaitu suatu penghasilan yang telah memperhitungkan beban atau biaya yang diperkenankan menurut peratuan pajak penghasilan. Tarif PPh untuk WPOP besifat progresif, semakin besar penghasilan kena pajak maka tarif PPh semakin tinggi.

Tarif terendah sebesar 5% dan tarif tertinggi sebesar 35%. Tarif untuk badan ditetapkan tarif tunggal. Bagi Wajib Pajak badan, ada fasilitas penurunan tarif yang dapat dinikmati.

Pasal 31E undang-undang pajak penghasilan mengatur penurunan tarif 50% bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang peredaran bruto dalam satu tahun pajak sampai dengan 50M.

Wajib Pajak badan yang paling sedikit 40% saham disetor dijual di bursa saham Indonesia akan memperoleh penurunan tarif.

Penerapan tarif umum ini mewajibkan Wajib Pajak untuk memilih apakah mau mengitung nilai PPh berdasarkan laba kena pajak atau menerapkan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN).

Wajib Pajak yang menghitung nilai pajak terutang berdasarkan laba kena pajak wajib menyelenggarakan pembukuan. Laba kena pajak dihitung dari selisih antara peredaran bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang dapat dikurangkan terhadap peredaran bruto.

Hanya biaya yang diperkenankan menurut peraturan pajak yang dapat dikurangkan. Ada penyesuaian fiskal untuk biaya yang tidak diperkenankan menjadi pengurang. Penyesuaian pajak tersebut bersifat positip atau pun penyesuaian negatip.

Wajib pajak yang menerapkan NPPN wajib menyelenggarakan pencatatan. Persyaratan lain yang hendaknya dipenuhi Wajib Pajak yang menerapkan NPPN meliputi: peredaran bruto dalam satu tahun tidak melebihi 4,8M; dalam jangka waktu 3 bulan pertama dalam tahun pajak, wajib memberitahukan kepada Direktorat Jendral Pajak.

Jika Wajib Pajak tidak memberitahu maka dianggap menyelenggarakan pembukuan dan menghitung nilai pajak terutang berdasarkan laba kena pajak. NPPN ini diperkenankan untuk Wajib Pajak orang pribadi.

Wajib Pajak yang akan menerapkan tarif PPh umum hendaknya berbenah diri. Sistem akuntansi yang diterapkan diperbaiki. Mereka yang menghitung nilai PPh berdasarkan laba kena pajak wajib menyelenggarakan pembukuan.

Hal ini berarti bahwa Wajib Pajak melakukan migrasi sistem pencatatan ke sistem pembukuan. Wajib Pajak hendaknya melakukan pencatatan atas harta, kewajiban, modal, biaya dan penghasilan.

Proses akuntansi ini diakhiri dengan menyajikan laporan keuangan yang meliputi laporan posisi keuangan dan laporan hasil usaha. Laporan keuangan akan menjadi lampiran surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak penghasilan.

Halaman:

Tags

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB