opini

Aneka Wajah Anak Negeri

Selasa, 29 Oktober 2024 | 17:15 WIB
Prof Dr Sudjito Atmoredjo SH MSi (Dok pribadi)

Oleh: Sudjito Atmoredjo*

 

Perjalanan kehidupan bangsa ini penuh liku-liku. Dalam perspektif historis, Kerajaan Sriwijaya pernah jaya. Pada abad ke-7, mencapai zaman keemasan. Pada abad ke-14, Kerajaan Majapahit, mencapai zaman keemasan pula. Namun, kini segalanya tinggal kenangan.

Dulu, negeri ini dijajah Belanda dan Jepang. Kehidupan penduduk (bumi putera) sengsara. Namun, berkat rahmat Allah Swt, kemerdekaan dapat diraih. Sejak 17 Agustus 1945, secara legal-formal, Indonesia merdeka. Sayang, pada masa kemerdekaan, terus-menerus terjadi pergolakan partai-partai politik. Kehidupan menjadi tak tenang, tidak tenteram, tidak damai, tidak stabil.

Suasana ketakstabilan negeri, terus-menerus berlangsung. Hingga kini, di era reformasi. Banyak anak negeri menderita. Keterjajahan masa lalu, hadir kembali. Dalam nada sendu, anak-anak negeri bergumam: “mengapa kita ditindas oleh orang asing dan bangsa sendiri”? Terbayanglah, penderitaan yang akan dihadapi anak-cucu.

Dulu, anak anekdot, “londo ireng”. Anekdot ini dialamatkan pada orang-orang Indonesia yang pemikiran, sikap, dan perilakunya berpihak pada penjajah (Belanda). Demi kepentingannya, mereka tega menindas anak negeri.

Baca Juga: Tokoh Pemberantas Mafia di NTT? Suster dan Pendeta Ini Ikut Dengar Pernyataan Kapolda Soal Pemecatan Ipda Rudy Soik

Serupa dengan itu, kini muncul anekdot “antek aseng”. Anekdot ini ditujukan kepada tokoh-tokoh tertentu, yang berpihak pada oligarki, investor, pengusaha China. Pada anekdot manapun, tersirat adanya kritik, sindiran, atau cemoohan, terhadap realitas (perilaku) yang bertolak-belakang dengan aspirasi anak-anak negeri.

Tak terbantahkan. Memang, banyak aneka wajah anak negeri dalam mengarungi liku-liku kehidupan. Sebagian (kecil) orang, wajahnya cerah-sumringah, karena kepentingannya terakomodasi oleh penguasa. Sebagian lainnya (mayoritas), wajahnya cemberut-pucat, karena kepentingannya tak digubris, bahkan dinafikan oleh penguasa.

Pola dan kualitas hubungan penguasa dengan anak negeri, mewarnai dan menentukan kadar keceriaan wajah-wajah keseluruhannya. Tentu, seiring bertambahnya usia berbangsa dan bernegara, idealnya, wajah-wajah anak negeri semakin cerah-sumringah. Itulah tanda-tanda kemajuan. Tapi sayang. Idealitas itu jauh panggang dari api.

Kemajuan kehidupan - dalam skala lokal, nasional, regional, maupun global - menjadi orientasi setiap orang. Kemajuan, dalam skala manapun, bermakna sebagai kemampuan meninggalkan masa lampau, dan masa kini, untuk melangkah ke masa depan, dengan taraf kehidupan yang lebih damai, lebih sejahtera, lebih bahagia.

Baca Juga: Polres Salatiga Gelar Donor Darah Serentak HUT ke 73 Humas Polri

Contoh kemajuan, antara lain: musyawarah untuk penyelesaian perbedaan pendapat. Itulah cara elegan yang ditempuh orang-orang beradab. Sebaliknya, perang, penjajahan, penindasan, merupakan solusi terburuk atas permasalahan kemanusiaan. Kini, perang berkecamuk di seluruh penjuru dunia. Itulah kemunduran peradaban alias kebiadaban.

Karen Armstrong - penulis buku Sejarah Tuhan, 1993 - menyatakan bahwa ironi besar kehidupan di dunia ini adalah tumbuh-berkembangnya rasa ketakutan pada banyak orang (penduduk bumi). Takut, kalau harta dan kekuasaannya dirampas pihak lain. Takut bila mati mendadak. Maraknya kebiadaban, menjadi pemicu dan biang-kerok munculnya ketakutan.

Halaman:

Tags

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB