opini

Hukum dan Hati Nurani

Rabu, 15 November 2023 | 10:00 WIB
Sudjito Atmoredjo (Dok.Merapi)

Oleh: Sudjito Atmoredjo *)

PADA ranah akademik dapat diyakini, Negara ini akan aman, tenteram, adil, dan makmur bila teori organ dipraktikkan secara konsisten pada semua aspek kehidupan. Sepadan dengan manusia, Negara ini dapat disebut “negara organik”. Artinya, dalam keseluruhan, merupakan representasi kesatuan organ.

Layak diingat bahwa organ adalah kumpulan jaringan yang memiliki fungsi untuk menggerakkan  hidup dan kehidupan. Organ manusia, terbagi menjadi organ dalam (rohaniah, batiniah) dan organ luar (tubuh, raga, jasad, jasmani). Kualitas organ rohaniah dan jasmaniah, menjadi penentu kualitas aktivitas manusia dalam kehidupannya.  

Negara ini, dulu gak ada, kemudian menjadi ada. Di awal kelahirannya, bangsa ini masih gagap tentang apa yang mesti diperbuatnya. Ilmu dan pengalaman kenegaraan, belum cukup dimiliki. Berkat karunia-Nya, para pendahulu diberi potensi, bakat, dan kemampuan berpikir dan berwawasan luas, sehingga dapat diwujudkan kerangka dasar dan tonggak-tonggak rumah Negara, yakni Undang-Undang Dasar 1945.

Baca Juga: Sembilan Ruas Jalan di Kota Yogyakarta Ini Harus Steril dari Alat Peraga Kampanye Pemilu 2024

Berdasarkan teori organ, di dalam konstitusi itu ada roh dan tubuh. Keduanya menyatu. Rohnya adalah Pancasila. Rumusan Pancasila yang otentik tersurat pada bagian Pembukaan, aline ke-4. Tubuhnya, terwujud sebagai pasal-pasal dan ayat-ayat, berikut penjelasannya. Itulah, maka pembacaan terhadap konstitusi, tidak cukup hanya tekstual (pada pasal-pasal tubuhnya saja). Aktivitas pembacaan konstitusi perlu dilakukan sebagai moral reading (Dworkin, 1996).

Artinya, pembacaan itu untuk mendapatkan makna (esensi-hakikat). Pembacaan dilakukan dengan perangkat organ jiwa dan organ raga. Dimulai dari pendayagunaan hati nurani. Berlanjut dengan akal dan indera. Hanya melalui pembacaan demikian dapat dipahami, apa maksud dan tujuan Negara didirikan, bagaimana cita-cita kenegaraan dicapai, bagaimana tunggungjawab warga-negara dan penyelenggaran Negara, dan sebagainya.

Pancasila adalah sumber hukum Negara. Konstitusi merupakan hukum dasar tertulis tertinggi. Di luar hukum dasar tertulis, ada hukum dasar tak tertulis, disebut konvensi. Konstitusi dan konvensi merupakan kesatuan (loro ing tunggal) yang saling melengkapi. Dalam kesatuan dan keutuhan demikian, maka hukum di negeri ini tidak boleh direduksi dan dipahami sebatas hukum positif, perundang-undangan saja. Hukum agama, hukum alam, hukum adat, dan berbagai kearifan lokal (local wisdom) wajib diterima dan dihargai sebagai kekayaan nasional, dan merupakan bagian dari sistem hukum.

Baca Juga: JNE Raih Penghargaan Inovasi Digital dari Indonesia Digital Ecosystem Summit 2023

Satjipto Rahardjo (2008), dengan kearifan dan kepakarannya, telah mencoba membaca konsitusi (UUD 1945 asli) dalam kerangka moral reading. Satu kesimpulan yang didapatkannya, bahwa Negara Republik Indonesia termasuk ke dalam “Negara dengan kepedulian”. Maknanya, Negara ini, tidak hanya bertugas menyelenggarakan tugas-tugas publik saja, melainkan juga bersemangat (compassion), peduli terhadap nasib bangsanya, agar kehidupannya dari waktu ke waktu menjadi lebih baik. Oleh karenanya, Negara (melalui aparatnya) wajib terus berusaha sungguh-sungguh, terencana, dan berkesinambungan mewujudkan cita-cita kenegaraan.

Merealisasikan cita-cita kenegaraan, sebagai aktivitas rohaniah dan jasmaniah, mewajibkan seluruh komponan bangsa berkiblat pada platform yang sama, yakni kebahagiaan bangsa, dalam ridha Allah swt. Kebahagiaan itu berada diatas kepastian hukum. Amat disayangkan, ketika dijumpai kebijakan dan regulasi yang justru berorientasi bagi kebahagiaan bangsa asing, serta-merta bangsa sendiri dikorbankan. Untuk itu maka segala potensi yang ada pada organ rohaniah maupun organ jasmaniah, mesti didayagunakan secara sistemik, holistik, bukan parsialistik.

Segalanya diawali dari hati nurani. Hati nurani, sebagai organ utama wajib diposisikan dan difungsikan sebagai penunjuk arah, kiblat, dan orientasi aktivitas, yakni tergapainya ridha Allah swt. Disadari bahwa hati nurani, memiliki spiritualitas sangat tinggi. Hati nurani, mampu menggerakkan kesadaran manusia untuk bekerja keras dalam skala luas, baik untuk kepentingan diri-sendiri, keluarga, dan bangsa, dalam skala dunia-akhirat. 

Baca Juga: Datangi KPKNL Yogya, Komunitas UMKM DIY Tolak Lelang Aset dan Jaminan Utang

Agar hati nurani ini tetap sehat dan fungsional, maka perawatan hati nurani penting dilakukan. Pertama, jauhkan dari glamournya materi duniawi, baik berupa tahta, kekuasaan, popularitas, dan lain sejenisnya. Kedua, jaga kualitas hati nurani dengan nilai ketaqwaan. Di atas nilai ketaqwaan, manusia pasti memiliki sensivitas sosial tinggi.

Halaman:

Tags

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB