HARIAN MERAPI - Perilaku agresif di kalangan remaja dapat terjadi akibat faktor penyebab yang berbeda-beda. Perilaku agresif pada remaja adalah tindakan yang bertujuan menyakiti atau merugikan orang lain secara fisik, verbal, atau psikologis, seperti memukul, membentak, mengejek, menyebarkan rumor, atau merusak properti.
Perilaku ini dapat dipengaruhi oleh faktor internal seperti frustrasi atau biologis, dan faktor eksternal seperti lingkungan keluarga, teman sebaya, dan media sosial.
Di antara faktor-faktor penyebab perilaku agresif remaja adalah:
Baca Juga: Anggota DPR RI, Didik Haryadi Soroti Kasus Penipuan Koperasi BLN
Pertama, lingkungan sekolah. Sekolah memiliki peran sentral atas terjadinya perilaku agresif.
Hal ini terjadi karena, sudah menjadi tradisi di sekolah, bahwa pihak sekolah merasa hal itu sesuatu yang lumrah terjadi.
Dalam hal ini pihak sekolah tidak peduli, menganggap biasa, toleran, dan tidak mengambil kebijakan apapun untuk mengurangi dan menghilangkan perilaku agresif yang terjadi--sekolah melakukan pembiaran--atas agresivitas yang dilakukan siswa-siswinya.
Kedua, lingkungan keluarga. Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat
hubungannya dengan seseorang. Di dalam keluarga itu seseorang dibesarkan, bertempat tinggal, berinteraksi satu dengan yang lain, dibentuknya nilai-nilai, pola pemikiran, dan kebiasaannya. Keluarga juga berfungsi sebagai seleksi terhadap segenap budaya luar, dan mediasi hubungan anak dengan lingkungannya.
Ketiga, lingkungan pergaulan. Lingkungan pergaulan antar teman sebaya atau kelompok
dengan umur yang relatif sama juga menjadi faktor penting terbentuknya perilaku agresif. Hal ini
terjadi karena sifat-sifat yang melekat pada masa remaja yang ingin dirinya menjadi bagian dari
kelompok sebayanya.
Baca Juga: Unud Bentuk Tim Investigasi Dugaan Perundungan Mahasiswa Timothy Anugrah
Kecenderungan perkembangan pola komunikasi dengan keluarga yang semakin tidak intensif dan dorongan untuk hidup serta memiliki otoritas penuh terhadap dirinya sendiri telah menjadikan seorang remaja memiliki kecenderungan lebih nyaman berkumpul dengan teman sebaya dari pada tetap tinggal di rumah.
Keempat, frustrasi, provokasi, dan imitasi. Menurut Kartini Kartono, frustrasi ialah suatu
keadaan, di mana satu kebutuhan tidak bisa terpenuhi dan tujuan tidak bisa tercapai. Jadi orang
mengalami suatu bariere atau halangan dalam usahanya mencapai satu tujuan.
Jika seseorang dalam usaha dan perjuangannya mencapai tujuan/objek terhambat sehingga usahanya gagal, maka dia disebut sebagai orang yang mengalami frustrasi.
Kelima, Faktor lingkungan sekitar. Polusi udara, bau busuk dan kebisingan serta kerumunan
(crowding) dilaporkan dapat menimbulkan perilaku agresif, tetapi tidak selalu demikian tergantung dari berbagai faktor lain.
Baca Juga: Kabar gembira! Dana bantuan operasional Madrasah cair pekan ini
Suhu udara yang tinggi (panas) juga memiliki dampak terhadap tingkah laku sosial berupa peningkatan agresivitas. Pendapat senada disampaikan oleh Holford yang menyatakan bahwa kekurangan akan ruang akan mudah menimbulkan neurosis, delinkuensi, dan kekerasan.