Pesan ini relevan bagi Generasi PhyGital. Mereka dibanjiri data setiap detik, tetapi tidak otomatis memiliki kemampuan untuk menyaring, menganalisis, apalagi mengambil keputusan bijak. Literasi digital dan etika bermedia menjadi kebutuhan mendesak.
Ada tiga Langkah strategis yang dapat dilakukan dalam menghadapi tantangan mendidik generasi phygital, yakni 1) menghubungkan pengetahuan dengan konteks dunia nyata; menghubungkan literasi digital dengan nilai kemanusiaan; 3) melatih daya tahan berpikir (cognitive endurance). Berikut ini penjelasan dari tiga Langkah strategis di atas.
Pertama, menghubungkan pengetahuan dengan konteks nyata. Generasi Phygital hidup di dunia yang dinamis dan interaktif. Mereka lebih mudah memahami sesuatu jika bisa dikaitkan dengan pengalaman sehari-hari.
Misalnya, pembelajaran sains bukan hanya menjelaskan rumus, tetapi juga mengajak mereka menggunakan sensor di gawai untuk mengukur gerakan, suhu, atau cahaya.
Kedua, mengintegrasikan literasi digital dengan nilai kemanusiaan. Anak-anak kini perlu dibimbing bukan hanya agar cakap teknologi, tetapi juga memiliki kesadaran etis. Deep learning mendorong siswa menganalisis, mengevaluasi, hingga memutuskan dengan bijak dalam menggunakan informasi digital.
Dengan demikian, literasi digital tidak berhenti pada keterampilan teknis, melainkan membentuk kecerdasan moral.
Ketiga, melatih daya tahan berpikir (cognitive endurance). Generasi Phygital cenderung ingin serba cepat. Padahal, kemampuan untuk memecahkan masalah kompleks membutuhkan kesabaran, proses, dan refleksi.
Melalui pembelajaran berbasis proyek dan riset sederhana, siswa diajak menelusuri masalah dari berbagai sudut, sehingga terbiasa menahan diri dari jawaban instan.
Dalam penelitian Fullan dan Langworthy (2014), deep learning terbukti meningkatkan keterampilan abad 21 seperti kreativitas, kolaborasi, komunikasi, dan karakter. Keterampilan ini sangat dibutuhkan generasi Phygital agar mereka tidak hanya unggul dalam dunia maya, tetapi juga siap menghadapi kompleksitas dunia nyata.
Generasi Phygital menghadirkan tantangan baru: mereka cerdas teknologi tetapi berpotensi kehilangan kedalaman berpikir. Di sinilah urgensi pembelajaran mendalam yang menekankan keterhubungan, pemahaman konseptual, dan refleksi kritis.
Dengan menyesuaikan metode pendidikan pada kondisi sosial generasi ini, kita tidak hanya menyiapkan anak-anak yang mahir menggunakan teknologi, tetapi juga membentuk insan yang bijak, kritis, dan berkarakter.
Pendidikan yang dangkal akan melahirkan generasi instan, tetapi pendidikan mendalam akan melahirkan generasi Phygital yang tangguh menghadapi dunia yang terus berubah.*