Oleh: Sudjito Atmoredjo
Era rezim Presiden Jokowi hampir berakhir. Banyak orang bertanya-tanya, apa yang terjadi setelah itu? Dalam suasana hati berdebar, penuh tanda tanya, terinspirasi untuk merefleksikan keberlakuan hukum alam, dalam kehidupan ini.
Dulu ada buku berjudul: “Siapa Menebar Angin Akan Menuai Badai” (Penerbit: Jakarta PT. Rola Sinar Perkasa, Cet.3, 1988). Buku itu ditulis oleh Soegiarso Soerojo, wartawan senior, pengamat politik. Dalam perpustakaan Kemendagri, buku itu dimasukkan ke dalam subjek: Sejarah Indonesia, Orde Baru, Komunisme.
Buku itu berisi tulisan sejarah hitam masa silam. Tentang G30S/PKI dan peran Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara. Dalam analisis penulisnya, tren perkembangan politik pada saat itu semakin kekiri-kirian. Semakin nyata berkiblatnya pada Peking. Ideologinya Marxis.
PKI sering melakukan berbagai taktik fitnahan, bohong, maupun skenario terselubung. Klimaksnya, berupa perebutan kekuasaan. Kudeta G30S/PKI di bawah pimpinan Kolonel Untung, DanYon Cakrabirawa pengawal Presiden Soekarno.
Diharapkan oleh penulisnya, buku itu menjadi dokumen sejarah, warisan bagi generasi muda, pada zaman sekarang. Artikel ini sama sekali tidak terkait dengan buku tersebut. Keterkaitannya, justru dengan pesan-pesan moral dalam kitab suci, dan peribahasa yang sudah populer di masyarakat.
Pertama, pada Alkitab Sabda, Nas Hos 8:7, tertulis: “Israel telah menabur angin dosa dan penyembahan berhala; sekarang mereka akan mengalami puting beliung serbuan Asyur. Kita harus ingat bahwa tindakan dan sikap berdosa menabur benih-benih yang akan menghasilkan buah-buah kejahatan di dalam hidup kita”.
Kedua, pada al-Qur’an, Surat az-Zalzalah, ayat 7-8, tertulis: “Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan mendapat balasannya; dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan mendapatkan balasannya”.
Ketiga, pada ranah sosial, pesan-pesan moral di atas muncul dalam bentuk peribahasa. “Siapa Menebar Angin Akan Menuai Badai”. Artinya: dia yang berbuat, dia pula yang terkena akibat. Terlepas, apakah perbuatan itu baik ataukah buruk. Suatu keyakinan bahwa setiap perbuatan, pasti ada akibat atau konsekuensi bagi pelakunya.
Baca Juga: SD Muhammadiyah Sokonandi Yogyakarta menerapkan motto 'Smart, Religious, and Fun'
Bukan hanya seorang Presiden saja, tetapi banyak orang di negeri ini, telah merasa berbuat sesuatu, untuk dirinya, untuk orang lain, bahkan untuk bangsa dan negaranya. Bila mereka ditanya, apakah perbuatannya itu baik?. Umumnya di jawabnya YA. Segalanya, dilakukan demi perbaikan kehidupan. Cuma, tak jelas, apa ukuran kebaikan itu.
Ambil contoh. Betapa rusaknya bumi, tercemarnya air, pekatnya polusi udara, dll. Itu semua terjadi, ketika para investor melakukan pengurasan atas sumberdaya alam semena-mena. Betapa sengsaranya kehidupan masyarakat adat, ketika mereka diusir dari tanah adatnya.
Betapa menderitanya pencari keadilan, ketika hukum dimain-mainkan, ditegakkan tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Semua perbuatan-perbuatan itu dilakukan oleh/dan atas izin oknum penguasa.