HARIAN MERAPI - Ada lima hambatan anak usia dini berkebutuhan khusus (abk), diantaranya anak dengan hambatan penglihatan (tunanetra).
Anak usia dini menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah anak sejak lahir sampai usia enam tahun.
ABK (anak berkebutuhan khusus) merupakan anak yang hidup dengan karakteristik khusus dan berbeda pada keadaan anak pada umunya.
Baca Juga: Upaya eratkan dan kuatkan Keistimewaan DIY, Grebeg Mulud digelar di Kompleks Kepatihan Yogyakarta
Anak berkebutuhan khusus diartikan sebagai anak-anak yang berbeda dari anak-
anak biasa dalam hal ciri-ciri mental, kemampuan sensorik, kemampuan komunikasi, tingkah laku sosial, ataupun ciri-ciri fisiknya.
Ada beberapa macam anak berkebutuhan khusus; diantaranya: Pertama, Anak Dengan Hambatan Penglihatan (Tunanetra). Definisi medis didasarkan pada ketajaman penglihatan dan lantang pandangan.
Seseorang yang memiliki ketajaman penglihatan (visus) 20/200 atau kurang tergolong buta. Sedangkan yang memiliki visus antara 20/70 tergolong low vision.
Definisi pendidikan didasarkan pada media apa yang digunakan untuk membaca dan menulis. Seseorang yang belajar dengan menggunakan indera perabaan dan
pendengaran digolongkan sebagai buta.
Sedangkan yang masih mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca meskipun dengan tulisan yang diperbesar (diadaptasi) mereka digolongkan sebagai low vision.
Baca Juga: 'Dan Lalu' album baru Andien yang banyak berkisah tentang pertemuan dan perpisahan
Kedua, Anak Dengan Gangguan Pendengaran (Tunarungu). Ketidakmampuan
mendengar dari yang ringan sampai yang berat, digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar.
Seseorang yang mengalami hambatan pendengaran akan mengalami hambatan dalam bahasa. Akibat mengalami hambatan dalam pendengaran maka menimbulkan: (1) kurangnya kosa kata yang dikuasai oleh anak, dan (2) kurangnya kemampuan komunikasi anak.
Ketiga, Anak Dengan Gangguan Intelektual (Tunagrahita). Gangguan intelektual adalah gangguan selama periode perkembangan yang mencakup deficit fungsi intelektual dan adaptif di lingkup konseptual, sosial, dan praktis.
Defisit dalam fungsi intelektual, mencakup penalaran, pemecahan masalah, perencanaan, pemikiran abstrak, penilaian, belajar akademik dan belajar dari pengalaman, serta pemahaman praktis yang dikonfirmasi oleh asesmen klinis dan individu, serta test standar intelegensi.
Defisit dalam fungsi adaptif yang menyebabkan kegagalan memenuhi standar perkembangan dan sosiokultural untuk kemandirian pribadi dan tanggungjawab sosial.
Baca Juga: Seluruh ketua RT di Bangunjiwo Bantul wajib mahir berpidato bahasa Jawa, berikut yang dilakukan FKRT