HARIAN MERAPI - Dari berbagai problema psikologis anak dalam perkembangannya, diantaranya adalah perasaan takut dan marah.
Sebagai orangtua, kita biasanya akan berekspresi cemas sekaligus heran melihat kebiasaan baru pada diri anak. Anak yang kesehariannya nampak selalu ceria dan bergairah, tiba-tiba memperlihatkan dirinya sebagai anak yang:
(1) tiba-tiba menangis terus-menerus, (2) berbicara gagap atau gangguan bicara yang lain, (3) mengompol lagi, meskipun usianya sudah di atas tiga tahun, (4) berkata kasar atau kotor (jorok),
Baca Juga: PMI DIY Telah Distribusikan Air Bersih 1.265.000 Liter hingga September 2023
(5) menjadi galak (impulsif), suka memukul teman, merampas permainan teman dan sejenisnya, (6) suka mengemut jari atau mempermainkan kemaluan sendiri, (7) suka menggaruk-garuk tubuh,
(8) suka mengambil (mencuri) makanan atau mainan milik teman, (9) suka berbohong/berdusta, (10) menjadi pemalu atau senang mengisolir diri, (11) suka merokok atau anak perempuan mengotori kuku tangan dengan tinta merah atau warna lain,
serta (12) suka mengotori tangan, wajah, atau pakaian yang dikenakan, itu sinyal bagi orangtua untuk memperhatikan secara khusus akan pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya.
Kondisi seperti ini merupakan ekspresi emosional anak yang barangkali disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi baik lahir maupun batin mereka.
Cara praktis untuk menanggulangi kebiasaan baru anak yang berkonotasi negatif itu menurut Jaudah Muhammad Awwad dalam bukunya yang berjudul “Minhaju al-Islam fi at-Tarbiyati al-Athfal” adalah dengan jalan mencermati berbagai jenis emosi yang muncul dan berusaha menemukan berbagai hal yang diduga menjadi penyebabnya; yakni:
Baca Juga: Kaki Palsu Baru Bantuan Dirlantas Polda DIY Bawa Harapan Baru untuk Yubita Hida Aprilia
Pertama, mengatasi rasa takut anak. Rasa takut pada anak merupakan naluri manusiawi sebagaimana naluri/instink yang lain. Misalnya naluri makan, minum, buang hajat, tidur, sedih, bahagia, dan lain-lain.
Ketakutan itu muncul biasanya ketika anak merasa diri dan eksistensinya terancam, misalnya karena penganiayaan atau kepedihan yang datangnya tiba-tiba. Perasaan takut ini dapat berkembang menjadi rasa rendah diri/minder, canggung, khawatir dan cemas.
Untuk mengatasi rasa takut pada anak ini, orangtua dan guru di sekolah/madrasah dapat memberikan pembiasaan yang positif padanya; misalnya: (1) membiasakan mengadakan pemeriksaan atau pengobatan fisik atau latihan olahraga secara rutin untuk memperkuat otot-otot,
(2) meluruskan imajinasi anak dan menghilangkan khayalan yang menakutkan; misalnya bayangan tentang hantu, setan atau binatang serta meyakinkan kepada anak-anak bahwa semua itu tidak akan membahayakan tanpa seizin Allah SWT,
(3) mengenalkan kepada anak sesuatu yang ditakutinya dan mengajarinya untuk bertawakkal kepada Allah Yang Maha Kuasa, (4) memberikan sugesti dengan menanamkan keyakinan bahwa iman kepada Sang Maha Pencipta merupakan pendorong utama menjadi anak pemberani,