HARIAN MERAPI - Ada empat kedudukan anak yang disebutkan dalam Al-Quran, yang mana salah satunya sebagai perhiasan dunia.
Dalam Al-Quran memang disebutkan ada empat macam kedudukan anak dalam hubungannya dengan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup orangtua.
Pertama, anak sebagai “ziinatun” (perhiasan). Firman Allah SWT: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS. Al-Kahfi, 18:46).
Ziinatun yang dimaksud adalah bahwa orangtua merasa sangat senang dan bangga dengan berbagai capaian prestasi dan kesuksesan yang diperoleh oleh anak-anaknya,
sehingga dia pun akan terbawa baik pula namanya di dunia, ataupun anak bisa sebagai pembawa rasa senang dan menjadikan kehidupan
berkeluarga semakin menyenangkan.
Kedua, anak sebagai “qurrota a’yun” (penyejuk hati). Allah SWT berfirman :
“Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam/pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan, 25:74).
Qurrota a’yun atau penyejuk hati kedua orangtua atau menyejukkan pandangan mata orangtua karena mereka mempelajari tuntunan Allah dengan tekun lalu
mengamalkannya dengan mengharap ridha Allah SWT semata.
Baca Juga: Lebih hemat naik Kereta Cepat Jakarta Bandung atau kendaraan pribadi, berikut hitung-hitungannya
Ini kedudukan anak yang terbaik yaitu manakala anak dapat menyenangkan hati dan menyejukkan mata kedua orang tuanya, dan merupakan dambaan setiap orang.
Ketiga, anak sebagai “fitnah” (ujian dan cobaan), yang ditegaskan Allah SWT: “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (At-Taghabun, 64:15).
Makna anak sebagai “fitnah” adalah ujian yang bisa memalingkan orangtua dari ketaatan atau terjerumus dalam perbuatan maksiat.
Ia merupakan amanah yang akan menguji setiap orang tua, jangan sampai orangtua terlena dan tertipu sehingga melanggar perintah Allah.
Keempat, anak sebagai ‘aduwwun (musuh). Firman Allah SWT: