HARIAN MERAPI - Dari Tradisi Nyadran di Gunung Balak Pakis Magelang, konon menurut kepercayaan 'Pusaka Kalimasada' diitanam Syekh Subakir di Bulan Muharram.
Sejarah awal masuknya agama Islam ke Tanah Jawa tidak terlepas dari riwayat atau ceritera yang telah melegenda di daerah Magelang, yaitu peran ulama Syekh Subakir, Syekh Jumadil Qubro, Syekh Maulana Maghribi dan kerabatnya.
Konon, para mubaligh dari Jazirah Arab ini mampu dan kuat masuk ke kawasan Tanah Jawa. Mereka memilih masuk ke Jawa bagian tengah lewat sebuah gunung yang letaknya di tengah-tengah Pulau Jawa.
Baca Juga: Nyadran Agung digelar tanpa gunungan, dipastikan tak kehilangan makna
Kala itu daratan Tanah Jawa telah dihuni bahkan sudah ada kerajaan-kerajaan seperti Medang, Kalingga, Mataram Kuna, Singasari dan Majapahit yang rakyatnya sudah memiliki keyakinan agama dan kepercayaan spiritual.
Untuk menyebarkan agama Islam, dari Jazirah Arab mereka membawa ‘Pusaka Kalimasada’.
Konon, sebelum Pusaka Kalimasada ditanam di puncak Gunung Balak, Syekh Subakir bermusyawarah dengan Eyang Semar di puncak sebuah gunung tidak jauh dari gunung Balak.
Dalam musyawarah ini, Eyang Semar atau Eyang Ismaya Jati sebagai ‘pamomong’ masyarakat Jawa mengijinkan Syekh Subakir menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa dengan syarat antara lain, tidak boleh memaksa dan tetap menghormati agama, adat, tradisi dan budaya masyarakat Jawa yang sudah ada.
Baca Juga: Sejarah Kelenteng 'Liong Hok Bio' di Magelang, Kapiten Be Tjok Lok yang memiliki inisiatif membangun
Di puncak gunung inilah peti tempat menyimpan dan membawa Pusaka Kalimasada itu dibuka yang dalam bahasa Jawa:
“pethi-ne diudhar”. Maknanya, membuka dasar ajaran Islam yaitu dua Kalimah Syahadat yang dalam bahasa lokal diucapkan ‘Kalimasada’. Tempat itu kemudian dinamakan “Gunung Tidhar.”
Dari puncak Gunung Tidar inilah kemudian Pusaka Kalimasada diusung ke arah timur, sejauh 17 kilometer dan dibawa ke puncak bukit untuk dimakamkan sebagai ‘tumbal’ (penolak balak atau bahaya) bagi ‘wong sa-alak-alak’ (orang banyak) yang disingkat kata menjadi ‘Balak’. Itulah sebabnya, tempat menanam tumbal itu sampai kini disebut Gunung Balak.
Penanaman “Pusaka Kalimasada” di puncak gunung Balak oleh Syekh Subakir dan kawan-kawannya terjadi pada bulan Muharram.
Peristiwa ini bermakna penancapan ‘Kalimah Syahadat’ di jantungnya Tanah Jawa, sebagai tanda masuknya ajaran agama Islam bagi penghuni Tanah Jawa kala itu.