Ada lagi, (4) Pendidik dan tenaga kependidikan memberikan suri tauladan yang baik untuk membangun iklim yang positif di sekolah, (5) Memastikan sarpras yang terdapat di sekolah tak mendorong anak berperilaku kekerasan,dan
(6) Adanya penggalakan program anti kekerasan di satuan pendidikan yang melibatkan siswa, guru, orang tua, alumni, dan masyarakat/lingkungan sekitar Satuan Pendidikan.
Baca Juga: Kasus Luberan Limbah di Kawasan Tugu, Satpol PP Kota Yogyakarta Panggil Sejumlah Pelaku Usaha
Pemateri lainnya, yakni Prof Dr H Reza Indragiri Amriel MCrim MSc PhD (ahli psikologi forensik/ dosen di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian -PTIK).
Menurutnya, berdasarkan perspektif hukum yaitu UU 35/2014 Pasal 76C, maka “Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.”
Apabila melanggar pasal tersebut, maka penjelasanya pada Pasal 80 : “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/denda paling banyak Rp. 76.000.000,00 (tujuh puluh enam juta rupiah).”
Baca Juga: Ini Pesan Radja Nainggolan kepada Pemain Muda Indonesia
Namun dalam implementasinya, lanjut Prof Reza, masih diupayakan atau tergantung dari analisis berupa alasan pembenar maupun alasan pemaaf dari keluarga korban (Restorative Justice) atau biasa dikenal dengan jalur kekeluargaan. *