HARIAN MERAPI - Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja rokok tembakau Makanan Minuman Daerah Istimewa Yogyakarta (PD FSP RTMM-SPSI DIY) mengadakan dialog kebijakan multipihak, Kamis (19/1/2023).
Mengusung tema 'Upaya Membangun Kesepahaman Bersama Tentang Kebijakan Pertembakauan Indonesia'. dialog dihadiri oleh pelaku industri tembakau, aliansi masyarakat, konsumen, dan akademisi.
Hadir pembicara dalam dialog yakni Ketua Umum Pakta Konsumen, Ari Fatanen, Sekretaris Jenderal AMTI, Hananto Wibisono, Ketua Persatuan PPRK, Agus Sarjono dan Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS.
"dialog ditujukan untuk meninjau dan menanggapi poin revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 yang diusulkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) 25/2022 pada Desember lalu," kata Ari Fatanen, disela-sela dialog.
Revisi PP 109/2012 bukan solusi yang tepat dalam menangani permasalahan pertembakauan di Indonesia. Menurutnya, pemerintah enggan merangkul 69,1 juta konsumen rokok di Indonesia dalam perumusan dan penegakan kebijakan tembakau.
"Konsumen ini seperti anak tiri. Menyumbang cukai, infrastruktur, pembangunan, tapi hak partisipatif secara konstitusional saat ini belum diberikan. Perda tembakau mana saja yang aktivitasnya melibatkan konsumen rokok? Sampai hari ini jarang sekali terjadi, apalagi di level setingkat menteri," katanya.
Baca Juga: Apa beda rokok konvensional dan rokok elektronik, begini penjelasan dokter
Hananto Wibisono, menyepakati pendapat itu dengan menunjukkan ketidaksesuaian data pemerintah dengan kondisi riil perokok saat ini. Terlepas dari data BPS, menunjukkan penurunan angka perokok dalam 5 tahun terakhir.
"Meski begitu pemerintah tetap merujuk data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 sebagai dasar dari usulan revisi PP 109/2012 dalam Keppres 25/2022," jelasnya.
Di samping itu, alasan yang dipilih pemerintah dalam mendorong revisi tidak konsisten dan tidak didasarkan pada hasil evaluasi. Hadirnya PP sudah mengurangi jumlah produksi rokok, artinya prevalensi perokok anak turun, kok.
"Pemerintah memperlakukan rokok sebagai produk legal yang perlakuannya ilegal," ucap Hananto.
Baca Juga: Sejumlah jabatan di lingkungan Polres Bantul alami pergantian, dari Kasatintelkam hingga Kapolsek
Hananto menambahkan, sikap pemerintah lantas dianggap diskriminatif dan membunuh ekosistem tembakau dengan merugikan sekitar 2 juta petani tembakau, 2 juta peritel, 1,5 petani cengkeh, 600 ribu karyawan, dan negara sendiri.
Sementara itu Agus Sarjono, menyampaikan dampak dari kurangnya evaluasi PP 109/2012 terhadap perusahaan rokok. Perusahaan rokok hampir selalu berhasil dalam mencapai target pendapatan pemerintah dan mematuhi aturan, termasuk PP 109/2012.
Artikel Terkait
Urung demo kenaikan cukai, petani tembakau Temanggung undang pejabat Kementerian Keuangan bahas nasib mereka
Nganjang tembakau di Temanggung untuk mewariskan tradisi pada generasi penerus
Hadiri sarasehan 1001 rupo 1001 roso, Sujiwo Tejo : Budidaya tembakau harus dilestarikan
IKM tembakau lembutan prospektif tingkatkan kesejahteraan petani
Dapatkah tembakau alternatif membantu perokok dewasa untuk beralih dari kebiasaanya?