Mereka membawa bekal makanan yang tahan lama, yaitu kue keranjang. Kue ini lalu menjadi ciri khas perayaan Imlek.
Tetapi pada suatu ketika di Bulan Semi, ada seorang nenek tua tidak ikut mengungsi ke hutan. Dia tetap tinggal di rumah, dan berniat melawan Monster Nian.
Baca Juga: Lima alasan Birrul Walidain: Di antaranya salah satu bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya
Hal tersebut membuat heran seorang pengemis yang kebetulan datang meminta sedekah. Dan, pengemis itu memberi tahu kelemahan Monster Nian.
Menurut pengemis itu, Monster Nian paling takut dengan binatang yang lebih seram dan besar. Takut dengan suara gaduh, dan warna merah.
Sang pengemis itu juga merasa iba, dan kemudian membantu si nenek tua menyiapkan perlengkapan untuk melawan Monster Nian.
Sang pengemis membuat boneka raksasa yang menyeramkan, dan lebih besar dari Monster Nian. Mengumpulkan bambu untuk menimbulkan suara gaduh berupa ledakan dengan cara membakarnya.
Baca Juga: Kasus anak digilir enam kakek di Brebes diselesaikan damai, polisi tetap lanjutkan penyelidikan
Keduanya juga mengenakan pakaian serba merah, dan mengecat pintu rumahnya dengan warna merah pula.
Ketika Monster Nian datang, mereka melakukan semua siasat yang sudah disiapkan.
Sang Monster yang datang, pun kemudian terbang ke langit karena takut dengan boneka raksasa, suara gaduh ledakan bambu, dan warna merah mencolok. Dan, sejak itu Monster Nian tidak pernah kembali lagi.
Kemenangan si nenek tua itu dirayakan besar-besaran, dan masyarakat mulai bercocok-tanam di Bulan Semi. Perayaan inilah yang kemudian dikenal dengan Perayaan Imlek.
Boneka raksasa yang dibuat si pengemis menjadi cikal-bakal Tarian Naga Barongsai. Ledakan bambu menjadi petasan yang dibakar setiap perayaan Imlek.
Kemudian, warna merah yang melambangkan keberanian juga menjadi warna paling dominan dalam masa-masa Perayaan Imlek.