Kisah operator loader mine Freeport Indonesia yang 8 jam tidak boleh terganggu ponsel dan perangkat musik

photo author
- Jumat, 2 September 2022 | 08:00 WIB
Seorang operator mengoperasikan  (ANTARA/Lia Wanadriani Santosa)
Seorang operator mengoperasikan (ANTARA/Lia Wanadriani Santosa)

HARIANMERAPI.COM - Teknologi digitalisasi kini diterapkan di sektor pertambangan. Di kawasan Tembagapura, Mimika, Papua, misalnya, PT Freeport Indonesia mengendalikan sekitar 20-30 persen produksinya dari jarak jauh (remote).

SVP Underground Mine Operations PT Freeport Indonesia Hengky Rumbino menyatakan pemanfaatan teknologi ini salah satunya dalam pengoperasian loader atau alat untuk memindahkan atau memuat material ke dalam jenis mesin lain di tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC) dan Deep Mill Freeport (DMLZ). Pengoperasian alat memanfaatkan serat optik (fiber optic) dan wifi.

Sebanyak 40 pegawai yang bertugas mengoperasikannya. Dari jumlah ini, sebagian perempuan berasal dari tanah Papua. Salah seorang di antaranya Lusi Arwakon.

Baca Juga: Gol Jadon Sancho menangkan Manchester United di kandang Leicester City

Lusi yang memiliki latar belakang pendidikan Kesehatan Masyarakat dari Universitas Cendrawasih itu sudah mengoperasikan remote control technology di bagian loader mine selama 5 tahun terakhir. Selama 8 jam per shift, dia duduk di kursi tanpa sekalipun boleh terganggu dengan ponsel maupun perangkat musik.

Menurut perempuan asal Biak itu, kesabaran dan produktivitas menjadi andalan utama para wanita agar dapat mumpuni bekerja di bagian loader. Di GBC, saat ini terdapat ada 11 loader yang menampung material.

Tak hanya untuk loader, perusahaan juga mengoperasikan mesin penghancur bebatuan besar dari material tambang atau rock braker dan shut atau katup di bawah corong dari jarak jauh. Sebanyak 20 pegawai bertugas mengoperasikan mesin penghancur batuan dan sekitar 5-10 orang untuk mengoperasikan katup.

Baca Juga: Jual nasi bakar sambil live di TikTok, Melati eks JKT48 sukses raup jutaan rupiah per hari

Dari sisi produktivitas, Hengky tak melihat perbedaan kentara antara manual dan remote yang telah diterapkan sejak tahun 2006. Dia menyebutkan untuk loader, misalnya, kapasitas produksi per jam rata-rata 160 ton batuan dengan sistem remote. Sementara bila dioperasikan dengan manual, produktivitasnya berada di angka 170 ton per jam.

Dia melihat jam kerja efektif pegawai lebih besar pada pengoperasian alat secara jarak jauh karena relatif tak banyak waktu terbuang untuk kegiatan seperti makan atau istirahat.

"Dia (pegawai) bisa kontinyu bekerja dan kita lihat rata-rata 10 jam effective working hours per shift yang kita punya dibanding sistem manual itu sekitar 9 jam," kata Hengky seperti dilansir dari Antara.

Baca Juga: Inilah aturan terbaru perjalanan luar negeri

Teknologi 5G

Perusahaan menerapkan digitalisasi atau otomatisasi salah satunya demi menjaga keselamatan kerja karyawan. Mereka ingin memastikan beberapa pekerjaan di tambang bawah tanah yang berisiko tinggi untuk keselamatan dikonversi menggunakan teknologi digital.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Sutriono

Sumber: Antara

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

PPDI Merah Putih Ingin Berpatisipasi MBG dan KDMP

Minggu, 21 Desember 2025 | 18:00 WIB
X