Karena bentuk provokasi itu sangat merugikan mereka. Dengan demikian, pihaknya sengaja menghadirkan Ditkrimsus agar para komunitas mempunyai wawasan dan pencerahan batas mana yang diperbolehkan.
"Mereka teman-teman komunitas ini bisa menghasilkan suatu desain kreasi yang bisa diterima oleh masyarakat namun tidak dalam bentuk provokasi," katanya.
Lanjut AKBP Dwi, pendampingan tersebut sangat perlu, karena teman-teman komunitas ini lebih cenderung bisa berkreasi namun batas-batasnya koridor hukumnya tentu akan melebar. Mereka tetap bisa berkreasi.
Aditya menambahkan materi seperti ini sangat dibutuhkan teman-teman pelaku sablon.
Momen tahun politik, tentu ada peningkatannya, namun hal itu untuk sektor-sektor tertentu yang terbiasa bikin pekerjaan seperti itu.
Terkait dengan gempuran produk pakaian bekas impor, ia sangat menyayangkan.
Alasannya, hal tersebut sangat merugikan UMKM lokal. Karena di Jogjakarta banyak pengusaha sablon yang produksinya tidak kalah bagus.
Baca Juga: Ribuan napi di DIY terima remisi umum HUT ke-78 Kemerdekaan RI, berikut daftarnya
"Nggak usah khawatir, gaya dan tren produksi di Yogya tidak kalah. Kami harap pemerintah lebih care di industri jasa, khususnya sablon dan konveksi karena masih minim program dan pelatihan," harapnya. *