Disebutkan dalam hal ini, partai politik yang telah ditetapkan sebagai peserta pemilu dapat melakukan sosialisasi dan pendidikan politik di internal partai dengan metode pemasangan bendera partai politik peserta pemilu dan nomor urutnya serta pertemuan terbatas dengan memberitahukan secara tertulis kepada KPU dan Bawaslu satu hari sebelum kegiatan dilaksanakan.
Baca Juga: David Ozora Masih Jalani Pemulihan Sebulan Setelah dari Rumah Sakit
Dalam hal ini kata dia JPPR mempertanyakan kinerja Bawaslu RI dalam mendorong jajarannya untuk menegakkan ketentuan Pasal 25 ayat (3) huruf b PKPU 33 Tahun 2018 sebagai ketentuan yang masih berlaku.
Alih-alih memenuhi tugasnya, kata dia Bawaslu justru seolah-olah memberikan pernyataan yang tidak memiliki dasar hukum dan menimbulkan kesan memperbolehkan dilakukannya pemasangan alat peraga partai politik meski masa kampanye belum dimulai dengan syarat tidak ada ajakan untuk memilih.
"Padahal secara jelas terdapat unsur kampanye dalam sosialisasi dan Pendidikan politik yang dilakukan oleh partai politik, seperti terdapat nomor urut dan logo partai di tempat umum," kata dia.
Dia berargumen jika pada masa di luar tahapan kampanye ini Bawaslu memandang aktivitas partai politik yang memenuhi unsur kampanye hanya yang memenuhi syarat kumulatif, maka tidak akan ada perbedaan antara masa kampanye dan di luar masa kampanye.
Hal tersebut, kata dia yang kemudian menjadi celah bagi partai politik untuk melakukan kampanye hanya menggunakan beberapa unsur kampanye. Hal itulah yang terjadi pada kasus bagi-bagi amplop merah di beberapa masjid di Sumenep, Jawa Timur oleh kader partai politik peserta pemilu yang kasusnya ditetapkan bukan merupakan pelanggaran.
JPPR, ungkapnya, menemukan banyak alat peraga partai politik yang dipasang ditempat umum melanggar unsur kampanye sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (3) huruf b PKPU 33/2018 yang mengatur bahwa “Pelaksana, Peserta, dan Tim Kampanye dilarang mengungkapkan citra diri, identitas, ciri-ciri khusus atau karakteristik Partai Politik dengan menggunakan metode pemasangan Alat Peraga Kampanye di tempat umum”.
Dia mengatakan selain itu JPPR juga menemukan alat peraga partai politik yang melanggar ketentuan ketertiban umum seperti lokasi pemasangan alat peraga yang dilarang untuk dipasang di tempat-tempat tertentu.
Oleh karena itu, untuk mendorong kepastian hukum penyelenggaraan pemilu dan ketertiban umum pemasangan alat peraga partai politik di tempat umum, JPPR merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut:
Pertama mendorong Bawaslu dan jajarannya untuk menjalankan tugasnya dalam menegakkan larangan kampanye dan menindak partai politik yang mengandung unsur kampanye di luar masa kampanye, yang dilakukan di tempat umum sebelum dimulainya masa kampanye sebagaimana yang diatur dalam Pasal 25 ayat (3) huruf b PKPU 33/2018.
Kedua, mendorong Bawaslu dan jajarannya untuk berkoordinasi dengan pemerintah yang mengurusi bidang ketertiban umum dalam menertibkan alat peraga partai politik yang melanggar unsur kampanye sesuai Pasal 25 ayat (3) huruf b PKPU 33/2018 dan peraturan daerah tentang ketertiban umum di masing-masing daerah.
Sedang ketiga yakni mendorong Bawaslu dan KPU memberikan sanksi administratif kepada partai politik yang melakukan pemasangan alat peraga kampanye yang mengandung unsur kampanye di tempat umum sebelum dimulainya masa kampanye sebagaimana telah diatur dalam Pasal 74 PKPU 33/2018.