Bawaslu sampaikan potensi masalah bagi pemilih di luar negeri, berikut daftarnya

- Senin, 23 Januari 2023 | 09:00 WIB
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja.  (Foto Instragram @rahmatbagja)
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja. (Foto Instragram @rahmatbagja)

HARIAN MERAPI - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengungkapkan potensi-potensi masalah pemilu bagi pemilih di luar negeri.

Bagi Bawaslu, potensi masalah pemilu itu harus diantisipasi dan dicegah sehingga tidak terjadi pelanggaran.

Potensi masalah itu dikatakan Ketua Bawaslu Rahmat Bagja terdata Bawaslu berdasarkan pengalaman pemilu-pemilu yang lalu.

Baca Juga: Terduga teroris yang ditangkap di Pandowoharjo Sleman diduga simpatisan ISIS

Berdasar analisa Bawaslu yang paling rawan adalah para pekerja migran dengan metode kotak suara keliling dan metode pos.

Bagja mengatakan pemilu di luar negeri menggunakan tiga metode pemungutan suara, yakni metode tempat pemungutan suara (TPS), kotak suara keliling, dan metode pos.

Diterangkan yang paling banyak masalah metode kotak suara keliling dan metode pos. Dikemukakan kotak suara keliling merupakan terobosan untuk memfasilitasi pemilih pada negara yang mempunyai banyak pekerja migran Indonesia.

Baca Juga: Kunlavut Vitidsarn bikin kejutan! Kandaskan Viktor Axelsen di babak final India Open 2023

Bagja mengatakan permasalahan utama biasanya berasal dari daftar pemilih tetap (DPT). Yakni terkait penggunaan paspor atau tidak.

Di Malaysia misalnya menggunakan pekerja hanya membawa kartu pekerja sebab paspor ditahan oleh pengusaha. Dia menuturkan Kotak suara keliling dia menambahkan juga rentan atas dokumen ganda seperti penggunaan paspor dan kartu pekerja.

"Menurut saya, kotak suara keliling ini masih relevan sampai sekarang dengan perlunya penguatan pengawasan,” kata dia.

Baca Juga: Mengenal delapan tradisi Imlek berikut penjelasan maknanya

Dia mengatakan potensi masalah menggunakan metode pos paling banyak akibat pemilih yang mengambil dua metode sekaligus, yakni mencoblos di TPS yang biasanya ada di kedutaan besar sekaligus juga memilih menggunakan metode pos.

“Sehingga memilih dua kali di TPS dan metode pos karena metode pos dikirim dua minggu sebelum hari pemungutan suara,” terangnya.

Dirinya menjelaskan, alamat domisili juga sering pula menjadi masalah di negara yang banyak pekerja migran. “Dulu, ada kasus dulu di Kuala Lumpur, satu alamat untuk sekitar 500 pemilih untuk satu tempat alamat, sehingga kesulitan dalam mengirimkan formulir undangan (C-6)," katanya.

Halaman:

Editor: Sutriono

Sumber: bawaslu.go.id

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X