"Kalau hotel kan pasti standarnya berbeda, dan ini memberi kenyamanan bagi jamaah. Mereka bisa belajar bagaimana persiapan haji, lalu tinggal di hotel selama di sini. Ini model baru pertama di Indonesia. Kami harap ini bisa menjadi terobosan untuk pelayanan haji lebih baik, termasuk bagi keluarga jamaah," jelas Sekda.
Nantinya, apabila jumlah jamaah meningkat, hotel lain di sekitar bandara masih dapat dimanfaatkan. Sistem ini memungkinkan proses keberangkatan dan kepulangan jamaah berlangsung di tempat yang sama. Termasuk penyelesaian urusan imigrasinya.
Namun, seluruh model ini memerlukan kesiapan daerah, khususnya Kulonprogo. Selain fasilitas hotel, keberadaan sarana pendukung seperti puskesmas dan PLUT turut menjadi pertimbangan agar semua kebutuhan jamaah, mulai dari busana hingga oleh-oleh, dapat terpenuhi. Kolaborasi dan koordinasi dengan pihak daerah dilakukan sejak awal untuk memastikan semua fasilitas dan potensi lokal bisa dimanfaatkan secara optimal.
"Mungkin catatan pentingnya adalah kesiapan daerah, khususnya Kulonprogo. Kebutuhan jamaah banyak, mulai dari busana hingga oleh-oleh. Kami sudah koordinasi dengan kepala Bapperida Kulonprogo, dan semua sudah disiapkan. Ini cepat, karena musim haji sudah dekat, jadi kita perlu berkolaborasi dan komunikasi dengan baik," jelas Sekda.
Dengan persiapan yang matang, selain pelayanan bagi jamaah, kualitas produk lokal juga diharapkan terdongkrak. Ini menjadi bagian penting dalam promosi daerah, sehingga manfaat embarkasi haji tidak hanya terbatas pada ibadah, tetapi juga ekonomi lokal. *