“Istilah oplosan seolah menjadi negatif, padahal blending yang secara aturan dimungkinkan dan boleh,” tambahnya.
Pengendalian BBM Bersubsidi
Kebijakan pemerintah, menurut Tulus juga memiliki andil dalam proses migrasi masyarakat dari Pertamina ke SPBU swasta.
“Masyarakat didata dengan berbagai cara agar (subsidi) tepat sasaran, kemudian masyarakat nggak mau ribet kan dan sebagian pindah membeli yang nonsubsidi, baik itu milik Pertamina dan swasta,” ucapnya.
Baca Juga: Penjarah, Penghasut, Perusak Pagar Besi Polres Salatiga Jateng Saat Demo Ditangkap
“Itu mungkin jadi trigger dari shifting consumer behavior di dalam pembelian BBM,” tuturnya.
DPR: SPBU Swasta Harus Bijak dengan Alokasi
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Patijaya juga buka suara mengenai kekosongan stok dan menitikberatkan pada jatah alokasi SPBU swasta ke masyarakat.
Menurut Bambang, SPBU swasta harus pandai mengatur cara penjualan BBM ke masyarakat.
Baca Juga: BRI Perkuat Dukungan bagi Sektor Pertanian Melalui Akses Pembiayaan dan Pemberdayaan Inklusif
“Kita akui di suatu saat tertentu akan ada lonjakan demand, ya kan karena berbagai macam kejadian. Tetapi intinya, kuota yang diberikan itu untuk setahun, untuk 12 bulan,” ucap Bambang Patijaya.
“Jangan dihabiskan 8 bulan, kemudian sisa berjalan ketika kering tidak ada yang bisa dijual, lalu menarasikan bahwa pemerintah tidak mendukung dan sebagainya,” tegasnya.
Bambang juga menyebut bahwa penambahan kuota impor 10 persen lebih banyak dari tahun 2024 dan habis sebelum akhir 2025, pemerintah hadir memberikan penawaran lain untuk memenuhi permintaan.
Baca Juga: Ini aturan baru dari BGN, setiap koki SPPG wajib bersertifikat
Di sisi lain, BBM yang merupakan bagian dari hajat hidup orang banyak juga harus diatur oleh negara.