HARIAN MERAPI - Kerajinan wayang kulit tatah sungging di Pucung Wukirsari Imogiri Bantul kini telah resmi mendapatkan perlindungan hukum berupa sertifikat Kekayaan Intelektual Indikasi Geografis (IG) dengan Nomor Pendaftaran: ID G 000000203.
Penetapan ini menegaskan bahwa warisan budaya khas Bantul ini memiliki keunikan dan kualitas yang diakui secara hukum sekaligus memberikan peluang lebih besar untuk berkembang di pasar nasional maupun internasional.
"Sertifikat Indikasi Geografis yang diterbitkan secara resmi ini adalah pengakuan terhadap kualitas dan keunikan wayang kulit tatah sungging Pucung Bantul," ujar Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kakanwil Kemenkum) DIY, Agung Rektono Seto kepada wartawan, Senin (25/8/2025).
Baca Juga: Bentrok Suporter Persib Bandung dan PSIM Yogyakarta Akibatkan Satu Orang Terluka
"Dengan perlindungan hukum ini, kami berharap produk unggulan ini semakin mampu bersaing, baik di pasar domestik maupun global,” lanjutnya.
Perlindungan IG tidak hanya berfungsi menjaga orisinalitas produk, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat.
Dengan adanya pengakuan resmi, para pengrajin memiliki posisi yang lebih kuat dalam menghadapi persaingan dan potensi pemalsuan produk.
Selain itu, IG juga membuka peluang untuk pengembangan wisata budaya dan ekonomi kreatif yang dapat mendukung kesejahteraan masyarakat Bantul.
Pemerintah melalui Kanwil Kemenkum DIIY berkomitmen memberikan pendampingan serta edukasi bagi para pelaku industri kreatif di Bantul.
Program penguatan kapasitas, promosi dan kerja sama lintas sektor akan terus dilakukan untuk memastikan wayang kulit tatah sungging Pucung Bantul tidak hanya menjadi kebanggaan lokal tetapi juga ikon budaya Indonesia yang mendunia.
Sejarah panjang wayang kulit tatah sungging Pucung Bantul bermula pada masa kolonial Belanda sekitar tahun 1917.
Baca Juga: Suharto resmi jadi Wakil MA Bidang Yudisial
Di bawah kepemimpinan Sultan Hamengkubuwono VII, seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta bernama Mbah Glemboh mengembangkan wilayah Pucung, yang kala itu merupakan daerah tandus menjadi pusat pengrajin wayang kulit.