Mengulik sejarah Kelenteng 'Liong Hok Bio' di Magelang, Tan Jing Sing diberi gelar KRT Secodiningrat I

photo author
- Sabtu, 28 Juni 2025 | 20:30 WIB
Gapura kelenteng Liong Hok Bio            (AMAT SUKANDAR)
Gapura kelenteng Liong Hok Bio (AMAT SUKANDAR)

HARIAN MERAPI - Mengulik sejarah Kelenteng 'Liong Hok Bio' di Magelang. Sejarah mencatat sekitar 10.000 orang Tionghoa di Batavia dibunuh dan dianiaya.

Untuk menyelamatkan diri, banyak orang-orang Tionghoa melarikan diri dari Batavia menuju ke berbagai kota di pesisir timur laut Jawa Tengah, seperti ke Semarang, Jepara dan Lasem di Rembang.

Termasuk lari meminta perlindungan ke Kasunanan Surakarta, meskipun tidak terlaksana.

 Baca Juga: Keajaiban, ketika kelenteng 'Liong Hok Bio' di Magelang terjadi kebakaran, bangunan induk tetap aman

Ada rombongan kecil orang Tionghoa telah sampai di daerah Kedu Selatan dan bertempat tinggal di desa Klangkong Djono, sebuah desa yang ada di selatan kota Kutoarjo (sekarang disebut dengan nama desa Jono).

Pada waktu itu orang-orang Tionghoa masih taat kepada keyakinannya, terutama pemujaan terhadap Twa Pek Kong.

Maka ketika mereka mengungsi tidak lupa Twa Pek Kong tersebut dibawa juga ke desa Djono. Twa Pek Kong adalah patung Dewa Bumi yaitu Hok Tek Tjen Sin (Tho Tee Kung).

Kondisi demikian menjadikan desa ini tenteram dan damai. Masyarakat bekerja dengan berbagai mata pencaharian, seperti membuat terasi, menenun kain dan perdagangan kecil lainnya.

Baca Juga: Watsons Indonesia resmikan gerai baru di Sleman City Hall, begini harapan dari putri sulung Presiden ke-4 RI

Ketika terjadi Perang Diponegoro tahun 1825 ternyata pengaruhnya juga menjalar sampai ke wilayah Kedu Selatan.

Hal ini membawa dampak buruk terhadap keberadaan masyarakat Tionghoa yang tinggal di desa Djono.

Maka terjadilah keonaran yang disebabkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab merampok warga desa.

Melihat keadaan ini, pemimpin masyarakat Tionghoa di desa Djono yang bernama The Ing Sing dan memiliki gelar Bu Han Lim yang berasal dari Tiongkok melakukan perlawanan.

Baca Juga: SMA Muhi terima penghargaan sebagai Sekolah Model SPAB dan Pelajar Tangguh Bencana dalam acara Jambore Relawan Muhammadiyah-‘Aisyiyah yang ke-3

Meski pada awalnya sanggup bertahan terhadap para pembuat keonaran tersebut, tetapi lambat laun keberadaan mereka semakin terdesak.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Swasto Dayanto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

SIMAGENTA untuk Perkuat Manajemen ASN Kota Magelang

Kamis, 9 Oktober 2025 | 19:50 WIB
X