HARIAN MERAPI - Pemerintah Kota (Pemkot) Salatiga melakukan pemantauan secara khusus terhadap keberadaan lembaga koperasi Bahana Lintas Nusantara (BLN) yang lagi ramai terkait dengan pertambangan emas di Papua.
Pemantauan ini dilakukan tim khusus Dinas Koperasi dan UMKM Salatiga pasca ramainya peristiwa penggerudukan terhadap rumah pimpinan (bos) BLN Group di Jalan Merdeka Selatan 54 Kota Salatiga.
Pelaksana Harian (Plh) Walikota Salatiga, Wuri Pudjiastuti dihubungi wartawan melalui pesan wattsapp (WA), Minggu (23/6/2024) malam, membenarkan bahwa pihaknya sudah menindaklanjuti persoalan BLN Group tersebut.
Baca Juga: Bos BLN Salatiga Tepis Isu Dibekingi TNI atau Polri Saat Jalankan Usaha Pertambangan Emas
“Kami sudah memerintahan atau tindal lanjut (TL). Sudah kita pantau maksimal dan Senin (24/6/2024) semoga sudah ada hasilnya dan laporan kepada kami. Kepala Dinas Koperasi sudah bergerak bersama tim,” tandas Wuri Pudjisatuti.
Sementara itu, Ketua tim kuasa hukum pimpinan BLN Group Salatiga, Mohamad Sofyan kepada wartawan, menegaskan meskipun saat ini BLN Group sedang mendapatkan intimidasi dan tindakan melawan hukum oleh kelompok etnis tertentu terkait investasi pertambangan emas di Papua, operasional koperasi BLN group di Salatiga dan lainnya berjalan dengan baik.
“Termasuk nasabah dan operasional koperasi BLN Group Salatiga berjalan dengan baik dan tidak ada gejolak. Baik-baik saja kok,” kata Mohamad Sofyan, Minggu (24/6/2024).
Ia mengungkapkan, masalah ini segera bisa diselesaikan secara hukum dan berharap tidak ada hal-hal yang terjadi yang tidak kami inginkan semua dan Kota Salatiga kondusif dan damai.
Diberitakan, sekelompok warga dan mahasiswa asal Papua 'menduduki' rumah, Nicolas bos perusahaan BLN Grup di Jalan Merdeka Selatan No 54, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga, Jumat (21/6/2024). Mereka menuntut tanggung jawab atas kerusakan lahan hutan adat di Kampung Sawe Suma, Distrik Unurum Guay, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua akibat penambangan emas.
Perwakilan keluarga pemilik lahan adat di Papua, Marten Basaur ditemui wartawan Jumat (21/6/2924) sore mengungkapkan, menduduki rumah milik Nicho lantaran merasa dirugikan atas operasional pertambangan di mana membuat hutan adat milik Yohan Jasa rusak.
Baca Juga: Polisi Dalami Perusakan Mesin ATM di Condongcatur Sleman, Uang Dipastikan Masih Aman
"Tim Pak Nicho membabat hutan adat tanpa izin. Pada mulanya mereka menawarkan kerjasama bagi hasil, tapi belum ada kesepakatan alat berat sudah datang dan membersihkan pohon serta lahan hutan," kata Marten.
Marten mengaku 'mengejar' Nico di bawah Koperasi Bahana Lintas Nusantara (BLN) Grup bukan berniat jahat melainkan mencari titik temu yang baik. Jumlah hutan adat yang rusak sekira 1,8 hektare akibat penambangan dalam tahap proses persiapan alat-alat berat yang masuk lokasi.
"Kami datang menuntut keadilan karena semula dijanjikan ketemu di Jakarta tapi tidak jadi. selanjutnya saya datang ke Salatiga. Tanah itu milik kepala suku di Sawe Suma. Kami juga sudah melapor ke Polres Jaya Pura," tambahnya.
Marten menjelaskan, atas persoalan perusakan lahan hutan adat ini, sempat mediasi di Polres Salatiga, hasilnya nihil. Pihaknya melanjutkan, bakal bertahan di Salatiga bersama warga Papua sampai permasalahan perusakan lahan hutan adat ada titik temu. "Kami minta ganti rugi Rp 20 miliar, dan tudingan soal adanya pemukulan saat mediasi adalah tidak benar," katanya.