"Kami berharap gugatan kami dikabulkan dan penyebutan non pribumi dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum. Selain itu tuntutan kami berupa ganti rugi baik materiil maupun moriil juga dikabulkan hakim," terang Oncan.
Sementara para tergugat atau kuasa hukumnya memilih untuk diam dan tidak memberikan pernyataan apapun atas penundaan sidang.
Baca Juga: Chandrika Chika Kemungkinan Direhabilitasi Usai Jadi Tersangka Narkoba, Ini Kata Polisi
Mereka pun langsung ke luar ruang sidang dan meninggalkan pengadilan.
Seperti diketahui, gugatan diajukan setelah para penggugat sebagai WNI lahir dan menetap di DIY membeli sebidang tanah pekarangan di Desa Triharjo Wates Kulonprogo seluas 1.066 m2.
Setelah membeli tanah dilanjutkan pengajuan proses peralihan hak melalui tergugat Muhamad Fadhil yang saat itu menjabat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kulonprogo.
Tetapi proses peralihan tanah dihentikan tergugat Muhamad Fadhil dengan alasan pemohon sebagai non pribumi yang dicantumkan jelas pada berkas.
Atas kejadian itu para penggugat mengadukan ke para tergugat lainnya namun tidak ada tanggapan sama sekali.
Sehingga penyebutan non pribumi sebagai tindakan diskriminasi ras dan etnis yang nyata-nyata melanggar hukum dan undang undang.
Selain penggugat dan kuasa hukumnya,
dalam kesempatan tersebut juga dihadiri Muhammad Fadhil sebagai tergugat I, kuasa hukum baik dari Kepala Kantor Pertanahan Kulonprogo tergugat II, Kepala BPN DIY tergugat III, Menteri ATR/BPN tergugat IV, Presiden RI tergugat V, Menko Polhukam tergugat VI, Menkumham tergugat VII hingga Gubernur DIY sebagai tergugat VIII.*