Seminggu kemudian. Jam sepuluh malam Gino mengayuh becaknya lewat depan gedung pertemuan "Batik Indah".
Dia melihat sesosok perempuan, sepertinya cemas. Mungkin menanti jemputan yang belum kunjung datang.
Baca Juga: Mengerikan, anak-anak pada meninggal setelah makan daging pemberian, ternyata untuk tumbal pesugihan
Untung-untungan Gino mendekati.
"Mangga saya dherekkan, Bu. Ke wetan Makam Jatilaya kampung nDagaran to?" ucap Gino berspekulasi.
Dia masih ingat jika perempuan tersebut adalah penumpangnya yang seminggu lalu dia antarkan ke tempat itu.
Dan yang sangat diingat adalah busana yang dikenakan. Berkain batik tulis dan berkebaya warna hijau tua.
Tanpa menawar, perempuan tersebut langsung naik ke jok depan. Gino pun melenggang menuju tempat yang dimaksud.
Sampai lapangan bola dan melewati depan gapura Makam Jatilaya, Gino mempercepat laju becaknya.
"Lho...lho...kebablasen, Pak. Stop, aku turun disini!" perintah penumpangnya begitu sampai di depan gapura Makam Jatilaya.
"Lho, rumah panjenengan kan masih kesana sedikit to?" ujar Gino setengah ngeyel.
Namun, secepat kilat penumpang perempuan berkebaya warna hijau tua itu melompat keluar.
Belum juga memberi ongkos langsung berjalan menuju tengah makam.
Gino pun terhenyak. Di bawah sinar bulan purnama, dia melihat punggung perempuan penumpangnya itu...bolong.
Darah kental keluar dari punggung yang berlubang. Gino semrepet dan tidak sadarkan diri. (Seperti dikisahkan FX Subroto di Koran Merapi) *