BANTUL, harianmerapi.com - Keris terus dimasyarakatkan agar keberadaannya lestari dan memberi dampak ekonomi.
Namun di tengah upaya itu, ternyata masih ada kekhawatiran terkait stigma keris sebagai barang klenik dan senjata tajam (sajam).
Kekhawatiran terkait stigma keris muncul dalam diskusi Workshop Keris yang berlangsung luring dan daring di desa Banyusumurup, Bantul, Jumat (26/8/2022).
Baca Juga: Keris punya potensi ekonomi, tapi jumlah produksi sangat minim, Disbud Bantul lakukan hal ini
Workshop keris itu diikuti oleh warga komunitas tosan aji, masyarakat umum dan para guru sekolah bersama siswa didik
.
Pelibatan insan pendidikan karena generasi muda menjadi sasaran edukasi keris sebagai warisan budaya tak benda asli Indonesia yang diakui Unesco.
Beragam pendapat pun muncul dalam sesi tanya jawab, menyoal stigma keris yang masih melekat di sebagian masyarakat dan generasi muda milenial.
Sarjiman, perajin mranggi di Banyusumurup mengatakan selama ini ada sebagian orang menganggap keris sebagai sajam.
Menurutnya, kekhawatiran muncul ketika senjata tajam itu identik dengan senjata dalam aksi kejahatan jalanan yang sering disebut klitih.
Sementara, aksi klitih sering melibatkan anak sekolah atau generasi muda sebagai pelaku. Dan, edukasi keris akan menyasar pula kalangan anak-anak sekolah.
Karena itu, Sarjiman berharap dinas terkait turut memberikan pelurusan atau edukasi keris kepada generasi muda.
Sementara kekhawatiran keris sebagai benda klenik mengemuka dari kalangan pendidik.
Slamet Nugroho, guru SMA 8 Yogyakarta mempertanyakan bagaimana keris bisa mewabah di masyarakat jika keris masih dianggap berhubungan dengan dunia mistis.
Baca Juga: Ukun Rukaendi jumpa Jagadesh Dilli di final FOX’S Indonesia Para Badminton International 2022