Menyerang hampir seluruh kerajaan besar di Jawa dan luar Jawa. Bahkan, pada awal kepemimpinannya Sultan Agung berhasil menundukkan Surabaya dan Banten.
Kemudian, Kerajaan Madura dan pada tahun 1622 Kerajaan Sukadana di Kalimantan juga ditundukkan. Setelah itu pada tahun 1633 Kerajaan Palembang juga dikuasai.
Kejayaan Sultan Agung mengulang masa jaya Prabu Hayam Wuruk dan patihnya, Gajah Mada.
Baca Juga: Cerita misteri Jembatan Merah jadi saksi, antara cinta dan penantian
Namun, Sultan Agung gagal menguasai Batavia yang saat itu diduduki Belanda.
Tatag mengatakan, jika hal tersebut barangkali itu sudah kodrat. Mengingat Belanda sepertinya memang menjadi cara dari berubahnya peradaban Nusantara.
“Dari kepemimpinan kerajawian menjadi kepemimpinan demokrasi”, kata Tatag.
Sesudah masa penuh ambisi dan merasa cukup perannya dalam menciptakan peradaban besar, Sultan Agung mengganti pusaka andalannya dengan Keris Kiai Sengkelat.
Menurut Tatag, hal itu agar langgeng kekuasaannya sekaligus menunjukkan tingkat spiritualitas Sultan Agung yang paripurna.
Baca Juga: Wisatawan Terseret Ombak Pantai Drini Gunungkidul Ditemukan Tewas Setelah Dicari Selama Dua Hari
Keris Sengkelat dengan jumlah luk 13 juga merupakan simbol spiritualitas dan keseimbangan jiwa.
Dengan keris berluk 13, manusia sudah lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, sehingga mampu bertindak arif dan bijaksana.
“Dengan begitu, rakyat yang dipimpinnya merasa terayomi,” ujar Tatag.*
