Kecuali menderita rusak berat kapal itu bisa tenggelam kalau terus-terusan tertembak.
Sedangkan awak kapalnyapun sudah banyak yang jatuh menjadi korban.
Matahari sudah naik, sinarnya yang kuning menyorot tajam menyirnakan kabut-kabut putih dan mengeringkan embun di dedaunan.
Baca Juga: Kisah Perang Makassar Melawan VOC 4: Belanda Berkirim Surat Minta Agar Sultan Hasanuddin Menyerah
Armada gabungan nampaknya kini sudah siap baik dari arah barat, utara, maupun selatan.
Tetapi komandan mereka bukan lagi Cornelis Speelman melainkan Johan Van Dam.
Di sisi lain Arupalaka, Poleman, dan para pimpinan prajurit Buton, Ternate, dan Tidore juga sudah menyiapkan diri di posnya masing-masing untuk memulai serangan ke kota Sombaopu ibukota Kerajaan Goa, Makassar.
Bersamaan dengan aba-aba yang diteriakkan oleh para pemimpin mereka untuk menyerang Sombaopu mendadak terdengar suara gelegar berpuluh-puluh meriam dari kota itu ke berbagai arah.
Baca Juga: Kisah Perang Makassar Melawan VOC 5: Digempur Habis-habisaan Prajurit Makassar Pantang Menyerah
Begitu gencarnya serangan meriam itu tak henti-hentinya dalam waktu cukup lama menyebabkan para prajurit kasultanan Buton, Soppeng, Ternate, maupun Tidore
yang tidak terbiasa menghadapi peperangan dengan senjata semacam itu tak terhitungnya banyaknya yang gugur di medan tempur karena ketidakpahaman mereka.
Akhirnya Belanda sebagai pimpinan armada gabungan merasa tidak sanggup menghadapi serangan meriam anak Makasar dan meriam lainnya milik kerajaan Goa, Makassar.
“Munduurr, munduuurrr, munduuurrr!”, teriak pimpinan mereka memberi aba-aba.
Baca Juga: Kisah Perang Makassar Lawan VOC 6: Heran Ternyata di Gudang Menemukan Bedil dan 5 Meriam
Arupalaka geleng-geleng kepala, judheg. Pertempuran hari itu sungguh mengecewakan, korban yang jatuh tak terhitung banyaknya tetapi hasil yang dicapai sangat kecil.