harianmerapi.com - Babad Tanah Jawi Prabu Watugunung. Bethara Wisnu dan Prabu Watugunung sepakat mengganti perang tanding dengan cangkriman.
"Baiklah, aku setuju. Apa cangkrimanmu itu?”, kata Bethara Wisnu. “Begini cangkriman itu, ‘Ada pohon Adikih, adakah buahnya. Ada pohon Adakah adikih buahnya. Apakah itu?” jawab Prabu Watugunung.
Sejenak Bethara Wisnu berpikir, “Pohon Adikih adakah buahnya itu Semangka. Sedangkan pohon Adakah adikih buahnya itu Beringin”.
Prabu Watugunung tercekat diam merasa cangkrimannya dapat ditebak lawan, dia terbengong-bengong.
Bethara Wisnu lalu menyerang Prabu Watugunung dengan senjata cakra tepat mengenai lehernya, kepalanya jatuh menggelundung.
Dewi Sinta yang berada di kerajaan Gilingwesi mendengar kabar kematian suaminya sangat sedih, ia menangis.
Karena kesaktiannya maka tangisnya tadi menimbulkan gara-gara. Suralaya terguncang oleh gempa, badai bertiup kencang mengobrak-abrik segalanya hingga menjadi berantakan semuanya.
Para Dewa bingung baru kali ini Suralaya diamuk oleh kekuatan dahsyat yang tidak diketahui dari mana asalnya.
Baca Juga: Babad Tanah Jawi Prabu Watugunung 2: Bingung karena Ternyata Telah Menikahi Anak Sendiri
“Kakang Narada, coba kamu cari apa yang menyebabkan terjadinya gara-gara ini?” kata Bethara Guru.
“Adi Guru, yang menjadi penyebab gara-gara di Suralaya ini adalah tangisnya Dewi Sinta istrinya Prabu Watugunung yang berada di Kerajaan Gilingwesi”.
“Kenapa Dewi Sinta menangis?”
“Hahahaaaa.... bodoh amat kau, Adi Guru. Dewi Sinta itu menangis ya tentu karena sedih, suaminya mati dibunuh oleh Bethara Wisnu”
“Nah, bujuklah agar Dewi Sinta menghentikan tangisnya!”, perintah Bethara Guru.