Baca Juga: Legenda Sunan Tembayat 3: Pangeran Mangkubumi Lupa Diri Menjadi Suka Kemewahan dan Sombong
Hal ini disebabkan di Jabalkat ada seorang pertapa tua yang sakti. Maka tak ada satu pun penjahat yang berani mendekat.
Sang Pangeran merasa yakin dan mantab bahwa ia berada di jalan yang benar. Jabalkat inilah yang memang menjadi tujuan sejak awal.
Dan Sang Pangeran yakin bahwa pertapa sakti ini pastilah Sunan Kalijaga. Rombongan itu meneruskan perjalanan ke tenggara.
Dan masuk ke wilayah hutan lebat di kaki bukit Jabalkat. Setelah jauh berjalan, Pangeran Jiwo yang masih kecil menangis karena lelah dan kehausan.
Rombongan itu berpencar mencari sumber air, namun tak juga menemukan. Akhirnya Pangeran Mangkubumi membaca Baasmalah dan mengoreskan kukunya ke tanah.
Seketika dari bekas goresan kuku itu muncul sumber air. Semakin lama sumber air itu semakin besar. Kumpulan airnya menjadi sendang. Pangeran Jiwo pun tidak lagi kehausan dan sudah mulai tenang.
Sendang itu kini dikenal dengan nama Sendang Kucur. Berasal dari kata ‘dikuku mancur’.
Akhirnya setelah perjalanan yang berliku, Pangeran Mangkubumi dan rombongan tiba di puncak Jabalkat.
Sunan Kalijaga sudah menunggu. Maka mulai hari itu Pangeran Mangkubumi sah menjadi murid Sunan Kalijaga. Tugas awal Pangeran Mangkubumi adalah menghidupkan senthir setiap hari tiap menjelang malam.
Sementara tugas Syaikh Domba dan Syaikh Kewel adalah mengisi air padasan dan merawat kebersihan Jabalkat.
Setelah berhari-hari Pangeran Mangkubumi berada di Jabalkat, Sunan Kalijaga bertanya.
“Syaikh Domba dan Syaikh Kewel itu sejatinya domba dan ular atau manusia?”
“Sendika dawuh, Kanjeng Sunan. Mereka berdua sejatinya manusia.”
Begitu selesai berucap, Syaikh Domba dan Syaikh Kewel menjadi manusia normal kembali.