harianmerapi.com - Setiap lewat tengah malam di kebun bambu belakang rumah selalu ada suara gamelan dan iring-iringannya yang lain.
Seperti ada pertunjukan tari jaranan. Semakin larut suaranya kian keras. Alunan musiknya riuh rendah bagaikan banyak penonton yang menyoraki para penari jaranan.
Kadang juga ada suara sinden yang melantunkan tembang jawa.
Baca Juga: 3 Buah Punya Ukuran Kecil, Ciplukan Bisa Berperan Singkirkan Radikal Bebas di Tubuh
Pertama kali aku mendengarnya saat di bangku SMA. Tengah malam terbangun karena kebelet buang air kecil.
Saat di kamar mandi sayup - sayup suaranya terdengar di telinga. Aku segera keluar dari kamar mandi.
Masuk ke dalam kamar, menutup tubuh dengan selimut. Suaranya masih terdengar walaupun kian melemah.
Lama - kelamaan aku mulai terbiasa dengan suaranya. Saat mengerjakan tugas sekolah hingga larut malam, dan suaranya terdengar, rasa - rasanya sudah tak ada lagi perasaan takut.
"Aku sudah berteman dengan suaranya" ucapku kala itu.
Pernah sekali, aku menceritakan apa yang kudengar kepada ayah dan ibu. Namun, mereka malah menganggap ceritaku hanya isapan jempol.
Semenjak saat itu, tak pernah kuceritakan tentang suara itu. Kecuali kepada karibku, Yeni. Pertemuanku dengan Yeni merupakan jalan untuk melihat apa yang telah tengah terjadi di kebun bambu belakang rumah.
Yeni adalah teman dekatku saat di bangku kuliah. Darinya, aku mulai tahu sumber suara - suara dari kebun bambu belakang rumah.
Dia merupakan salah satu temanku yang sering berkunjung ke rumah. Dia memang memiliki kemampuan mampu melihat makhluk halus tak kasat mata.
Baca Juga: Enam Adab Menasihati Sesama Muslim, Salah Satunya Harus Menggunakan Kata-kata yang Baik