Mereka berdua dan adiknya Raden Ajeng Roro Asih kemudian memilih menetap dan hidup bersama rakyat di dusun ini dengan mata pencaharian bertani dan menyadap nira untuk membuat gula jawa.
Mereka bermukim di sini dan hidup tenteram bersama masyarakat sampai akhir hayatnya. Dan ketika mereka wafat dimakamkan di puncak sebuah bukit yang bernama Gunung Kuli.
Sedangkan istri P. Dipokusumo, Raden Ajeng Rara Kenanga, dimakamkan di dusun Kenanga, tidak jauh dari Gunung Kuli. Masyarakat setempat menghormati mereka sebagai leluhur dan cikal bakal dusun yang telah berjuang melawan penjajah Belanda.
Pusaka peninggalan Pangeran Dipokusumo yaitu tombak Kyai Tunggul Wulung berbentuk lurus dengan pamor wos wutah berhasil ditemukan kembali setelah ‘ditayuh’ oleh H. Chabib Sudarmadi sesepuh Padepokan Makukuhan Magelang, pada tahun 2011 yang lalu.
Baca Juga: Film 'F9: The First Saga' dan 'Snake Eyes: G.I. Joe Originsu Siap Pacu Adrenalin Penontonnya
Menurut penuturannya, tombak ini ditemukan di bawah pohon pelas/rempelas, tidak jauh dari lokasi makam.
Tombak pusaka yang sudah berusia ratusan tahun itu masih tampak utuh meski besinya sedikit terkikis karat.
Kini tombak pusaka peninggalan leluhur itu disimpan dan dirawat untuk dilestarikan sebagai bukti perjuangan Pangeran Dipokusumo dalam melawan penjajah Belanda. (Ditulis: Amat Sukandar) *