Pada suatu hari ia bercerita tak akan lagi menjadi buruh cuci, ada teman yang memberinya modal untuk berbisnis berjualan ikan, dan ketika mulai berjualan ternyata dari hari kehari semakin laris hingga mendapat keuntungan yang berlipat-lipat .
Parwani pun menjadi pedagang besar. Disaat itulah tragedi terjadi anak bungsunya tiba-tiba jatuh sakit dan tak berapa lama meninggal.
Parwani baru menyadari inilah ijol pertama yang harus dipenuhi anak tercinta tumbal kekayaannya yang mulai melimpah ruah.
Baca Juga: Labuhan Parangkusumo Digelar sebagai Upaya Pelestarian Upacara Adat dan Tradisi di DIY
Beralasan untuk melupakan rasa sedih karena kehilangan anak tercinta Parwani mengajak suami dan dua anaknya pindah keluar daerah.
Hal ini sengaja dilakukannya karena sudah mendengar gunjingan orang-orang di lingkungannya tentang hidupnya yang berubah drastis.
Kematian anaknya dihubung-hubungkan sebagai wadal (tumbal) kalau Parwani telah muja (pelaku pesugian) dulu hidup miskin kini kaya raya. (Seperti dikisahkan Siswanto di Koran Merapi) *