harianmerapi.com - Dalam waktu yang tidak lama, kasus oplosan maut yang membawa korban beberapa jiwa itu dilupakan orang.
Tak ada lagi orang yang membicarakan, seolah tak pernah terjadi. Termasuk mereka yang selamat meski sempat masuk rumah sakit, juga tak pernah mengingat-ingat lagi.
Diran yang dalam waktu singkat mendadak jadi anak alim, ternyata juga hanya berlangsung singkat. Ternyata godaan setan masih lebih menarik baginya.
Ajakan teman-temannya untuk nongkrong-nongkrong lagi, lebih menggiurkan ketimbang hidup tertib salat lima waktu sehari dan berdiam diri di rumah.
"Ran, dari sekolah kita langsung ke markas ya," ajak seorang temannya.
Semula Diran ragu-ragu. Masih ada rasa trauma ketika mengingat ada temannya harus meregang nyawa. Namun yang membujuk tidak hanya satu orang. Teman lainnya ikut-ikutan mengajak, sehingga Diran pun tak kuasa menolak.
Kumpul-kumpul lagi dengan orang-orang lama di tempat yang mereka sebut markas, pada awalnya terasa canggung.
Namun itu tak berlangsung lama. Sempat ada pembicaraan tentang rekan mereka yang telah tiada.
Hanya saja, kematian itu justru mereka bicarakan untuk guyonan. Teman meraka yang tewas gara-gara menenggak oplosan maut, seolah menjadi 'pahlawan' dan dijadikan tantangan bagi mereka untuk mencoba minum lagi.
Diran pun larut kembali dalam pergaulan seperti yang sudah-sudah. Pengaruh teman-temannya sungguh luar biasa, karena niat tobat benar-benar hilang dari pikirannya. Rupanya godaan setan lebih menarik bagi Diran.
"Permisalan teman duduk yang baik dan teman duduk yang jelek seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. (Duduk dengan) penjual minyak wangi bisa jadi ia akan memberimu minyak wanginya, bisa jadi engkau membeli darinya dan bisa jadi engkau akan dapati darinya aroma yang wangi. Sementara (duduk dengan) pandai besi, bisa jadi ia akan membakar pakaianmu dan bisa jadi engkau dapati darinya bau yang tak sedap." (HR. Al-Bukhari dan Muslim). (Bersambung) *