Balada Tukang Sabung Ayam 1: Kesenangan yang Sudah Mendarahdaging

photo author
- Kamis, 28 Oktober 2021 | 06:30 WIB
Sejak kecil suka melihat sabung ayam.        (Ilustrasi Sibhe)
Sejak kecil suka melihat sabung ayam. (Ilustrasi Sibhe)

harianmerapi.com - Menyabung ayam menjadi kesukaan Walidi (bukan nama sebenarnya) sejak masih remaja. Bahkan boleh dikata sudah menjadi hobi.

Sehari-hari yang dibahas dan dilakukannya tak pernah lepas dari masalah ayam jago. Bukan saja di antara sesama penggemar sabung ayam, namun juga di lingkungan kampung maupun tempatnya bekerja di sebuah bank swasta.

Padahal di lingkungan keluarganya sendiri tidak ada yang suka dengan sabung ayam. Bahkan saudara-saudaranya termasuk orang yang membenci dan menentang, setiap kali ada upaya masyarakat yang mengadakan sabung ayam.

Baca Juga: Gara-gara Bapak Suka Nonton Video Porno

Toh demikian, Walidi tak menghiraukannya. Seakan urusan sabung ayam merupakan kesennagan yang sudah mendarah daging, sehingga apapun tak bisa memisahkannya.

Semua itu berawal dari Walidi kecil. Saat usianya masih balita, di sudut kampungnya menjadi arena sabung ayam. Walidi yang masih punya sifat selalu pengin tahu, suatu ketika menyelusup di antara orang dewasa yang berkerumun mengelilingi arena sabung ayam.

Rupanya Walidi senang melihat semua itu. Ya adu ayamnya, ya suasana sekitarnya, dimana orang riuh rendah bersorak sorai menyaksikan dua ayam jago saling menyakiti. Hampir setiap kali ada acara sabung ayam, maka Walidi pun hadir.

Baca Juga: Mengintip Sosok Perempuan Mandi, Badan Ditimbun Tanah Lempung

Hal ini rupanya tak diketahui kedua orang tuanya, yang sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri. Ibu Walidi bekerja sebagai pembantu rumah tangga, sementara ayahnya menjadi karyawan di sebuah pabrik.

Walidi kecil pun berkembang tanpa pengawasan. Sementara yang penting bagi orang tuanya, Walidi tidak rewel dan minta yang macam-macam.

Tak disadari bahwa kesukaan Walidi tersebut telah membentuk karakternya di masa dewasa kelak. Dan itu sudah mulai tampak ketika Walidi menginjak usia remaja.

Baca Juga: Misteri Rintihan Pilu dari Pohon Jambu

Masa yang seharusnya ia habiskan untuk bermain dengan teman-temannya, justru dihabiskannya untuk urusan sabung ayam. Dari sebagai penonton, Walidi mulai ikut berperan aktif menjadi peserta.

Ia minta uang untuk membeli ayam anakan untuk dipelihara. Walidi rupanya sudah mempelajari juga bagaimana merawat seekor bibit ayam untuk dijadikan sebagai ayam aduan yang tangguh. Padahal usianya masih remaja, sementara lingkungannya kebanyakan orang-orang yang sudah dewasa.

Perumpamaan teman yang baik dan teman yang jelek bagaikan pemilik minyak wangi dan tukang besi. Terhadap pemilik minyak wangi, kamu dapat menikmati minyak wangi dengan cara membeli kepadanya atau minimal mencium aromanya yang bagus. Sedangkan terhadap tukang besi, mungkin badan atau pakaianmu terbakar atau kamu mencium bau yang tidak sedap. (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Musa). (Bersambung) *

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Swasto Dayanto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Filosofi laron dalam masyarakat Jawa

Senin, 28 April 2025 | 14:45 WIB
X