KONON bajangkerek adalah makhluk halus yang terjadi dari janin bayi (calon bayi) yang lahir sebelum waktunya (9 bulan). Adapun penyebabnya bermacam-macam, mungkin ibunya jatuh ataupun ibunya bekerja keras sehingga kelelahan menyebabkan janin itu mati dan lahir.
Namun juga ada yang memang disengaja oleh orang tuanya (Ibunya) karena merasa malu belum mempunyai suami (nikah) tapi sudah hamil maka lalu digugurkan (aborsi). Sebenarnya itu dosa namun orang tuanya berpendapat daripada malu meskipun dosa dilanggarnya. Nah janin-janin itulah yang akhirnya menjadi bajangkerek.
Cerita misteri yang berkaitan dengan bajangkerek itu pernah dialami oleh Eko (nama samaran) penduduk Kabupaten Kulon Progo. Ia mempunyai hobi memancingl namun masih secara tradisional karena segalanya tidak ada yang beli.
Baca Juga: Mensyukuri Nikmat 3: Baik Buruk Selalu Jadi Gunjingan
Kailnya juga membuat sendiri dari kawat, disamping tali (senarnya) juga membuat sendiri dari kulit pohon mlinjo. Umpannya tidak perlu beli, cukup dengan cacing diperoleh dengan menggali di dekat kandang kambing.
Biasanya Eko kalau pergi memancing tidak sendirian tetapi dengan temannya, Nardi dan Bagong. Tiga orang itu kalau ada acara mengail pasti selalu ada. Tidak hanya saat mancing, tetapi waktu sekolah pun juga selalu bersama sama.
Karena alat-alatnya serba tradisional maka tempat mancingnya juga hanya di sungai sungai yang kecil. Sungai Progo dan sungai Serang itu sungai yang paling besar yang pernah menjadi tempat mancing Eko dan kawan-kawannya.
Baca Juga: Kesaktian Syekh Maulana 4: Para Lelembut Merasa Terganggu dengan Penyebaran Agama Islam
Pada malam Minggu yang sudah ditentukan mereka bertiga berangkat mengail. Mereka tidak pernah mancing siang hari tetapi mesti malam hari. Untuk penerangan tidak menggunakan baterai ataupun lampu tapi menggunakan upet yang terbuat dari mancung (kelopak bunga kelapa).
Pukul 18.00 WIB, Eko, Nardi dan Bagong berangkat menuju sungai Sipoh yang banyak ikannya. Ikan-ikan yang ada di sungai tersebut adalah sidat, belut, lele, boso, undang dan ketam.
Mereka menyusur sungai lebih kurang 2 km. Lebih kurang pukul 22.00 WIB mereka mendengar suara yang menyedihkan kerik, kerik, kerik di tepi sungai. Eko segera pindah kelubuk di bawah pohon beringin yang terkenal banyak ikannya.
Baca Juga: Kejujuran Membawa Nikmat 30: Hidup Berkecukupan Namun Tak Suka Bermewah-mewah
Baru saja 10 menit ia ada di bawah pohon beringin kepalanya merasa pusing dan matanya berkunang kunang. Kemudian ia jatuh dan mengerang-erang. Nardi dan Bagong segera menolongnya. Oleh dua orang itu, Eko diangkat dibawa ke jalan yang tidak jauh dari tempat itu.
Kebetulan pada waktu itu lewat orang-orang yang pulang ronda. Dengan dibantu orang-orang ronda itu Eko diantar pulang. Sampai rumah ia masih mengerang-erang merasa punggungnya ada yang memukul mukul dan menusuk nusuk dengan paku. (Seperti dikisahkan Drs. Subagya di Koran Merapi) *