Baca Juga: Mengenang Sejarah Kemerdekaan RI, Soekarno pernah dianggap pro Jepang, padahal hanya taktik
Terkait dengan semangat nasionalisme, Baskara mengatakan peranan Soekarno memang cukup besar.
Dan, nasionalisme Soekarno itu muncul karena proses panjang yang dialaminya sejak kecil.
Menurut Baskara, Soekarno bisa dikatakan sebagai rajanya blusukan. Sejak kecil semasa di Surabaya, Soekarno sudah bergaul dengan lingkungannya dan menyukai wayang sebagai kebudayaannya sendiri.
Sementara itu di Bandung, Soekarno muda juga sering bepergian hingga dikuntit oleh mata-mata Belanda.
Bahkan pertemuan Soekarno dengan seorang petani bernama Marhaen, kemudian melahirkan ajaran Marhaenisme Soekarno.
“Dan, itu juga terjadi ketika Soekarno gemar blusukan,” kata Baskara.
Baca Juga: BUMN Istaka Karya pailit, Bambang Susilo tuntut pemerintah bertanggung jawab
Soekarno juga tidak diam saja di rumah ketika dibuang di Ende, tetapi bersosialisasi dan pada akhirnya melahirkan lima butir Pancasila.
“Pun ketika dibuang di Bengkulu, Soekarno justru bertemu dengan Fatmawati,” kata Baskara.
Baskara kemudian menyimpulkan, bahwa Soekarno sangat aktif berkomunikasi dengan rakyat.
Dan, nasionalismenya tumbuh dari hasil interaksi dan komunikasinya dengan beragam rakyat yang ditemuinya tersebut.
Baca Juga: Bisnis lesu, Tinder urungkan niat ekspansi ke metaverse
“Sehinga Soekarno tidak begitu saja menjadi karismatik, namun karena Soekarno rajin berkomunikasi dengan rakyat,” katanya.
Selain itu, Soekarno juga rajin membaca dan berkumpul dengan orang-orang yang sepaham dengannya, kendati orang-orang itu berasal dari latar belakang yang berbeda.
Dan, itulah rumusan untuk menumbuhkan jiwa nasionalisme seorang pemimpin.
“Bergaul dengan rakyat, dengan buku atau teori, dan memiliki habitat atau lingkungan orang-orang yang sepaham”, katanya.*