kearifan

Saparan Merti Dusun Krandegan 1: Asal Usul Nama Krandegan dari Eyang Dipodrono

Sabtu, 9 Oktober 2021 | 12:00 WIB
Dipodrono mendirikan sebuah rumah kecil (Ilustrasi Pramono Estu)

MERTI Dusun atau Desa merupakan salah satu upacara ritual yang sudah menjadi tradisi di tengah kehidupan masyarakat Jawa yang dilaksanakan setahun sekali.

Acara ini bermakna sebagai budaya spiritual untuk menghormati para arwah leluhur cikal bakal desa, melestarikan alam dan lingkungannya serta melestarikan seni-budaya. Di samping itu, juga untuk menjaga dan mempererat kerukunan antar warga dusun/desa.

Dengan Merti Dusun, kesenian tradisional masih tetap lestari, karena pada acara ini ada kewajiban untuk menggelar kesenian tertentu sesuai dengan tradisi masyarakat setempat, seperti pagelaran wayang kulit, pentas wayang orang, tayuban, topeng lengger dan sebagainya.

Baca Juga: Mensyukuri Nikmat 15: Ditinggal Ibu Selama-lamanya

Untuk Merti Dusun di Krandegan desa Sukomakmur Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang, yang dilaksanakan setiap bulan Sapar, wajib ‘nanggap’ Tayuban.

Keharusan ‘nanggap Tayuban’ ini, ada riwayatnya. Menurut cerita tutur tinular yang telah melegenda di desa ini, ratusan tahun yang lalu di dusun yang kini bernama Krandegan, ada seorang pengembara berkelana sampai di lereng selatan Gunung Sumbing.

Kesenian Tayuban tanggapan wajib dalam Merti Dusun Krandegan. (Dok. Amat Sukandar)

Pengembara itu menurut warga setempat bernama Dipodrono. Sampai kini warga masyarakat di sini tidak ada yang tahu asal muasal pengembara itu.

Baca Juga: Misteri dari Kamar Mandi Terdengar Suara: 'Sini....'

Konon, dalam perjalanan pengembaraannya, dia tiba di hutan rimba di lereng Gunung Sumbing sisi selatan. Karena kelelahan Dipodrono berhenti untuk beristirahat di hutan tersebut.

Bagi Dipodrono tempat pemberhentian itu cocok sebagai tempat istirahat. Tempat pemberhentian, yang bahasa Jawa-nya “ndheg-ndheg-an”.

Sehingga, akhirnya tempat itu menjadi pemukiman, yang oleh warganya disebut “Krandhegan”, berasal dari kata-kata ‘karana’ (sebab) ‘mandheg’ (berhenti) dan akhiran ‘an’ yang bermakna tempat.

Baca Juga: Kejujuran Membawa Nikmat 30: Hidup Berkecukupan Namun Tak Suka Bermewah-mewah

Di Krandegan ini Dipodrono, yang oleh masyarakat dusun ini disebut ‘eyang’, mendirikan sebuah rumah kecil yang sekaligus sebagai tempat untuk beristirahat dan melakukan tapa brata (muja semedi).

Karena gentur dalam bersemedi Eyang Dipodrono menjadi orang yang memiliki kelebihan dalam olah kebatinan maupun olah kanuragan. (Ditulis: Amat Sukandar) *

Halaman:

Tags

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB