kearifan

Ritual Pisungsung Gunung, Pageblug Rampung 2: Harapan Sebuah Kebahagiaan Hidup di Dunia dan Akherat

Senin, 13 September 2021 | 08:00 WIB
Uba rampe sesaji dalam ritual. (Foto: Amat Sukandar)

MEMAKNAI ubarampe sesaji dalam Ritual Pisungsung Gunung ini sebagai wujud rasa syukur dan persembahan yang merupakan doa tanpa kata-kata yang ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Yang Menciptakan Alam Semesta.

Harapan yang disampaikan dengan persembahan sesaji ini adalah sebuah kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat. Dalam pemahaman mereka, sesaji adalah doa tanpa kata-kata, doa yang diwujudkan dengan benda-benda yang bermakna simbolis.

Ki Reksajiwa menjelaskan, pemasangan “janur kuning” (daun muda pohon aren/enau) pada gapura menuju ke padepokan tersebut bermakna simbolis untuk memohon pengampunan kepada Gusti Sing Akarya Jagad.

Baca Juga: Produk Sarung Tenun 'Saqbe Mandar' Jadi Pakaian Kegiatakan Formal Pemerintah Sulbar

Kata “janur” akronim dari kata-kata “memuja nur”. Nur yang berarti Cahaya Illahi. Dan “kuning,” dari kependekan kata “lakune sing wening.” Sawen yang dipasang terdiri dari janur kuning, alang-alang dan ‘godhong tawa’ (daun dadap srep).

Sawen ini mengandung arti, dengan laku yang ‘wening’ (bening), akan terbebas dari rintangan dan tawar dari ‘dora wisa’ (dora berarti kebohongan, dan wisa bermakna bisa, penyakit). Sesaji bermacam-macam ‘empon-empon’ khususnya kencur, mempunyai makna dunia ini agar bisa ‘kencar-kencar,’ (terang benderang) ‘kawentar’ (terkenal) dan adiluhung yang bisa memegang teguh pada kebenaran yang hakiki. Ubarampe sesaji ini juga bermakna sebagai tanda ‘bekti’ (bhakti) kepada para leluhur cikal bakal dusun.

Ritual yang bernuansa vertikal, memanjatkan doa kepada Tuhan Sang Pencipta Alam Semesta, dengan membaca doa mantram ‘Panembah Jawi’ sebagai puja-puji Keselamatan Suran.

Baca Juga: Degan Bakar untuk Penyembuhan Gatal-gatal di Kulit

Bacaan mantram ini dilantunkan dengan khidmat. Ritual doa mantram ini dipimpin Ki Reksajiwa ini sebagai rasa hormat kepada Hyang Murbeng Dumadi.

“Pakurmatan bekti lair batin, ngemungna mring Hyang Murbeng Dumadi, Pukulun pindha urubing latu mijil saking kajeng, lir pathi mijiling toya susu.”

Demikian salah satu bait mantram yang diucapkannya dengan khidmat. Mantram itu juga menghormati para leluhur cikal bakal desa yaitu Raden Panji dan Raden Banjarsari, para ‘danyang’ dan ‘bethara’ termasuk Sang Hyang Semar dan Kyai Sapujagad di Gunung Merapi yang dipercaya menjadi ‘Sang Pamomong’ mereka, sampai pada Bapa Adam dan Ibu Khawa, manusia pertama di dunia.

Baca Juga: Lima Sifat-sifat Lemah yang Jadi Bawaan Manusia

Tidak lupa pula hormat kepada ‘sedulur papat, lima pancer’ yang selalu mendampingi dan mengayomi setiap diri manusia. Dan ‘kakang kawah adhi ari-ari’ yang mengiringi kelahiran setiap manusia. Harapan mantram itu, agar para warga penghayat Kejawen ‘Pahoman Sejati’ selalu mendapat perlindungan dan tetap setia pada ajaran dan bisa menjadi ‘titah tinuladha’ serta patuh dan setia kepada Kawruh Kejawen. Sehingga mereka dapat menghayati kawruh ‘Manunggaling Kawula Gusti’ dengan hidup yang sempurna.

Dalam doanya, Ki Reksajiwa juga memohon agar wabah pandemi Covid 19 segera sirna dari Bumi Nusantara. (Ditulis: Amat Sukandar)



Tags

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB